Jengkel, kecewa, gondok, merasa dipermainkan dan entah perasaan apa lagi yang dirasakan salah seorang teman. Dia merasa tetangga sekamarnya yang konon dari negeri yang terkenal kental dengan keIslamannya, kurang bisa menjaga kebersihan. Ketika dia datang ke dapur keadaan dapur selalu kotor, ada sisa sampah teh yang dibuang di dalam whas tapel. Ada sisa nasi yang dibuang di atas meja dapur, dan banyak lagi yang didapatinya ketika masuk ke dapur.
Gaya hidup teman yang notabene adalah seorang Muslim, kalau bicara tentang Islam dia paling pertama angkat tangan, kalau bicara tentang jihad dia paling pertama maju kedepan. Namun, kalau masalah yang satu ini, membuat hati teman ini menjadi kesal terus, bisa-bisa sakit jantung. Kadang dia sering grutu: " Aksesoris doang banyak, tapi perilaku kaya orang yang ga' paham agama".
Muslim macam apa itu? Membuang sampah sembarangan diberitahu malah marah, dan anehnya ga' pernah merasa bersalah, ketika diberitahu selalu membantah dan bahkan ingin melawan. Kini banyak orang yang berlindung di balik aksesoris Islam, merasa bahwa penampilannya adalah sudah menunjukkan sebagai sosok seorang Muslim yang ideal, merasa apa yang dia lakukan adalah sudah benar, dan merasa orang lain adalah salah. Sok suci!, padahal yang namanya seorang Muslim bukan hanya dilihat dari lahiriah saja, bukan karena dia memakai jubah, atau karena dia banyak menggunakan aksesoris. Tapi seorang Muslim dilihat dari semua segi, baik lahir maunpun batin.
Demikianlah ungkapan salah seorang yang kesal terhadap seseorang yang lebih mengedepankan bentuk lahiriyah saja, tanpa mementingkan aspek batiniah. Mungkin banyak lagi contoh kekesalan yang kita dapati di sekitar kita, mungkin kita pun pernah melakukan hal itu tanpa disengaja. Namun, yang menjadi permasalahan adalah kalau hal itu dilakukan secara berulang kali dan tidak memperhatikan teguran dan juga peringatan yang lain, seakan-akan apa yang dia lakukan adalah sebuah kebenaran yang harus diakui dan diikuti.
Kadang kita lebih bangga terhadap bentuk lahiriah saja, namun lupa substansinya, kadang kita lebih bangga dengan lambang-lambang yang menujukkan suatu formalitas, melupakan hal yang inti dan fundamental. Banyak hal yang kita lakukan hanya untuk mencari popularitas. Namun, banyak merugikan umat.
Penilaian diri kita sebagai pendusta agama atau beragama secara palsu karena tidak memiliki komitmen sosial, hal itu semakin diperbudak oleh tingkah laku lahiriah kita sendiri yang nampak seperti menjalankan ibadat formal, namun tidak menghayati dan tidak mewujud-nyatakan hikmanya. Dikatakan semakin diperburuk, karena kepalsuan kita dalam beragama itu memperoleh bungkus kebajikan berupa amalan ibadat lahiriah, dan bungkus itu dengan sendirinya akan mempunyai dampak penipuan.
Karena itulah Allah mengutuk orang yang menjalankan ibadat formal serupa itu namun, ia lupa atau lalai akan ibadat mereka sendiri. Artinya sementara kita mungkin rajin menjalankan ibadat-ibadat formal, seperti shalat, namun ibadat itu tidak mempengaruhi tingkah laku kita yang lebih mendalam.
Pada hakekatnya kita dituntut untuk memahami apa yang dimaksud dengan sesuatu yang tersurat. Dan menghindari hal-hal yang palsu, luarnya baik namun dalamnya merupakan borok yang berbahaya. Hal ini dapat kita bedakan dengan melihat apakah hal yang kita lakukan berlawanan dengan nash al-Qur'an dan as-Sunah?, atau apakah itu merupakan salah satu tujuan dari diterapkannya syariat?
Banyak orang yang melakukan pemalsuan agama, dengan menjadikan agama sebagai kedoknya, aslinya adalah orang yang menyesatkan, yang tidak memahami Islam secara keseluruhan, yang mengamalkan ajaran Islam sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, bahkan mengambil sebagian ayat dan meninggalkan ayat yang lain, dan menjadikan Islam hanya untuk kepentingan pribadinya saja.
Oleh sebab itu kita harus menjalankan hal ini secara bersamaan antara formalitas dan substansi. Kita menjalankan hal yang dhoruriyat sebagai intinya dilanjutkan dengan hajiyaat dan tahsiniyaat sebagai pelengkapnya. Karena kalau seandainya kita hanya memperhatikan hal yang dhoruriyat. Namun, melupakan yang haajiyaat dan tahsiniyaat, bisa jadi nilai dhoruriyat itu berkurang.
Berprilaku sebagai Muslim secara lahiriah dan batiniah adalah hal yang diinginkan oleh agama, kita melakukann segala tuntutan agama secara kaffah, bukan hanya sepenggalan, karena ajaran Islam adalah universal, tidak dibatasi oleh sekat teritorial tertentu dan siap diterapkan di setiap kurun waktu dan tempat, hal ini dikarenakan watak sumber hukumnya yang bersifat elastis, sehingga memungkinkan untuk mencari penyelesaian atas setiap masalah yang dihadapi, kapan dan di mana saja. Dan jangan lah kita menjalankan ajaran Islam karena pamrih kepada sesama anggota kelompok Islam, karena kalaulah itu yang kita lakukan kita termasuk yang digambarkan Allah dalam surat al-Ma'un:" Maka celakalah untuk orang-orang yang shalat, yaitu orang yang akan shalat mereka lalai, yaitu mereka yang suka pamrih kepada sesama, dan yang enggan memberi pertolongan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar