Militansi dalam kamus bahasa Indonesia adalah ketangguhan dalam berjuang sedangkan militan adalah orang yang memiliki semangat tinggi atau berhaluan keras. Dan militerisme adalah paham yang berdasarkan kekuatan militer sebagai pendukung kekuasaan, atau suatu kekuatan tentara yang biasanya digunakan sebagai alat untuk mempertahankan suatu kekuasaan.
Kaitan antara militansi dengan jiddiyah atau kesungguhan adalah bagaimana seseorang memiliki kerelaan untuk bekerja keras, untuk menderita, demi sesuatu yang diyakininya sebagai kebenaran. Namun, militasi bukan hanya milik kaum muslimin saja, dia bisa saja dimiliki oleh golongan-golongan diluar kaum muslimin, namun, dalam kenyataanya term-term militan ini lebih sering ditujukan kepada kaum muslimin. Diakui atau tidak, terkadang kita sering terjebak dalam pemakaian istilah yang kita sendiri kurang paham betul arti sesungguhnya. Sehingga begitu suatu istilah tersebut disebut, kesan yang muncul kadang salah kaprah
Sedangkan pemerintahan yang didasarkan pada jaminan keamanannya terletak pada kekuatan militer dan mengkalim bahwa perkembangan dan pemeliharaan militernya untuk menjamin kepentingan masyarakat. Sistem ini memberikan kedudukan yang lebih utama kepada kebijaksanaan yang dibuat oleh militer, daripada kekuatan-kekuatan politik lainnya. Mereka yang terlibat dalam dinas militer pun mendapatkan perlakuan-perlakuan istimewa. Sebagai bukti kita lihat saja di Indonesia saat militer berkuasa, dan juga negeri Ali Jinah sekarang ini, dimana hampir semua pos-pos penting pemerintahannya dikuasai oleh militer, bahkan mereka mengatakan bahwa sumber kekuatannya adalah Allah, militer dan Amerika. Begitu juga dengan Jerman dengan Hilternya, Itali dengan Mussolinnya, Uni Soviet dengan Stalinnya, dan terakhir Irak dibawah pemerintahan Saddam Hussain. Dimana ideologi militerisme yang terdiri atas supermasi, loyalisme, proteksionisme darurat, dan nasionalisme.
Militansi dan militerisme di Pakistan
Kelompok berpaham keagamaan fundamentalis, seperti dikatakan oleh Oliver Roy, selalu memiliki imajinasi politik akan ketidakterpisahan antara wilayah agama, hukum, ekonomi, dan politik. Sehingga, mereka, dalam hal-hal itu selalu berupaya keras untuk memformalkan agama. Selama hal itu dilakukan secara demokratis dan tanpa kekerasan, intimidasi, maupun teror, maka hal itu diakui sebagai warna-warna indah di alam demokrasi
Alamarhum Fazlul Rahman, pernah mengeluhkan tentang betapa carut marutnya duni Islam. Sampai-sampai terlontar ucapan ini:" we live in a different kind of Islam, not in a Qur'anic Islam ( Kita hidup dalam sebuah Islam yang lain, bukan IslamQur'ani)
Tengoklah bagaimana para pelajar Lal Masjid dan Jamiah Hafsah melakukan sweeping terhadap toko-toko vcd, penyanderaan kepada beberapa aparat kepolisian, dan juga beberapa warga asing. Tengok pula negeri-negeri muslim di mana persaudaraan inter-umat sering benar terkoyak. Umumnya faktor politiklah yang menjadi pemicu utama mengapa umat ini masih saja sempoyongan berjalan di muka bumi.
Tengoklah bagaimana para pelajar Lal Masjid dan Jamiah Hafsah melakukan sweeping terhadap toko-toko vcd, penyanderaan kepada beberapa aparat kepolisian, dan juga beberapa warga asing. Tengok pula negeri-negeri muslim di mana persaudaraan inter-umat sering benar terkoyak. Umumnya faktor politiklah yang menjadi pemicu utama mengapa umat ini masih saja sempoyongan berjalan di muka bumi.
Lunturnya loyalitas pada pemerintahan yang sah adalah bukan salah satu sebab melainkan akibat, dari ketidak adilan yang dilakukan oleh pemerintah, keberpihakan kepada negara-negara barat lebih besar seperti Amerika dan para sekutunya. Tidak diberlakukannya penerapan syariat Islam sebagai salah satu dasar didirikannya negara Pakistan .
Banyak orang yang menganalisa bahwa gerakan militansi Islam tak akan berumur panjang, pertama karena kumpulan ini sangat terbatas. Kedua, Selalu gagal mendapatkan simpati signifikan dari publik, Faktor kedua adalah dukungan masyarakat. Analisis ini menjadi tidak relevan, bila terjadi generalisasi masyarakat. Padahal, masyarakat sendiri banyak macamnya. Dalam aksi kelompok Usamah bin Ladin melawan Amerika, atau Taliban yang meledakkan patung Budha Bamiyan misalnya, jelas tidak akan mendapat simpati masyarakat dunia. Sebab, cara pandang sudah berbeda.
Dalam kasus Lal Masjid, terjadi demonstrasi dimana-mana, hampir diseluruh Pakistan. Perlawanan kepada pemerintah makin gencar dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak dikenal identitasnya. Rasa simpati kepada korban Lal Masjid pun datang dari negara-negara tetangga. Entah hal ini dilakukan karena mendukung tindakan pengurus Lal Masjid untuk menerpakan syariat Islam, atau karena menyayangkan tindakan pemerintah yang membumi hanguskan Lal Masjid sehingan membawa banyak korban, baik laki-laki, wanita, bahkan anak-anak. Walaupun banyak juga yang menyesali tindakan gegabah para pengurus Lal Masjid yang lebih memilih tindakan konfrontasi dari pada persuasif.
Siapa yang Syuhada?
Kalau kita analisa dan disuruh untuk menilai siapa yang benar diantara mereka militan atau militer. Muslim bunuh muslim siapa yang jadi syuhada dan berhak masuk surga. Sulit untuk menjawab pertanyaan ini, karena bukan wewenang kita untuk menjastifikasi seseorang masuk surga atau masuk neraka, karena itu diluar wilayah kekuasaan kita sebagai makhluk Allah Swt. Namun, kita diberikan wewenang untuk mengambil pelajaran dari kejadian Lal Masjid sehingga tidak terulang untuk sekaian kalinya.
Pihak Lal Masjid menyatakan bahwa mereka bertekad untuk menerapkan syariat Islam di Pakistan, dengan mengadakan mahkamah syariah dalam masjid, sedangkan para militer dengan keloyalannya kepada negara demi keutuahan negara, dan juga melawan segala bentuk separatisme, melakukan penyerangan kepada mereka yang ingin melakukan penerapan syariah. Masing2 dari mereka mengkalim bahwa diri merekalah yang paling benar, bahwa kelompok merekalah yang syahid.
Syariah Islam memperbolehkan untuk keluar dari pemerintah yang dzalim, sebagaimana Husain melakukan perlawanan kepada yazid yang dianggap sebagai penguasa yang dzalim. Namun, Ibnu kholdun dalam muqoddimahnya mengatakan bahwa tidakan Husain benar melawan penguasa yang dzalim, namun dia menganggap bahwa dirinya dan kelompoknya sudah mampu untuk melawan kekuatan penguasa yang tirani dan dzalim itu, tetapi kenyataannya dia kalah dalam peperangan itu.
Kalaulah kita merasa bahwa diri kita benar dan menghadapi suatu pemerintahan yang dzalim hendaknya kita mengukur kekuatan kita, mampukah kita melawan kekuatan yang dzalim dan berapa keuntungan yang kita dapati dari perlawanan itu. Kemaslahatan atau malah bencana yang lebih besar, yang kita peroleh dari perlawanan itu. Kalaulah kemaslahatan yang kita dapatkan lebih besar dari pada bencana maka silahkan saja untuk melakukannya. Namun, ketika bencana lebih besar daripada kemaslahatannya maka hendaknya urungkan saja niat kita itu.
Sekarang kita bisa melihat kalau seandainya muslim ketemu muslim lalu saling membunuh siapa yang benar? Diterangkan dalam hadis jikalau kita bertemu kepada saudara muslim kita dan dia hendak membunuh kita, maka seharusnya kita menghindar darinya, kalau tidak bisa menghindar maka kita diperbolehkan untuk melawannya, dengan tujuan bukan untuk membunuhnya tetapi untuk melemahkannya. Kalaulah usaha ini pun tidak bisa dilakukan, maka menjadi yang terbunuh adalah lebih utama daripada menjadi pembunuh.
Sebuh dilematis bagi tentara Pakistan yang muslim ketika mereka dihadapi oleh saudara muslimnya, dia seperti buah simalakama, kalau mentaati perintah dia akan membunuh saudara muslimnya, kalau tidak membunuh ini adalah perintah atasan, sebagaimana ideologi militer adalah nasionalisme dan loyalitas kepada negara dan juga pemimpin, dan ini dianggap sebagai perintah Tuhan (the orders of God) dengan selogan "yes sir" tidak ada pilihan bagi mereka untuk lari dari perintah pemimpin mereka walaupun yang dzalim, yang menggunakan kekuatan militernya hanya untuk mempertahankan kekuasaannya.
Saya tidak membela militan dan juga militer dalam kasus Lal Masjid namun, saya mengajak kepada rekan-rekan untuk sama-sama menggunakan akal sehat dalam mencerna permasalahan ini. Karena semua ini menjadi remang-remang dan tidak jelas , antara kepentingan murni menegakkan syariah atau hanya permainan politik adiluhung, (it's reality or drama) yang mungkin kita tidak sampai untuk mencernanya. Wallahu a'lam bishawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar