Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Oktober 2010

Barack Obama dan Dunia Islam•

Baru-baru ini muncul isu yang sangat hangat di depan kita, yaitu pencalonan senator Barack Obama menjadi capres AS dari partai demokrat, bersaing dengan Hillary Clinton mantan ibu Negara. Yang menarik dari isu ini adalah munculnya kabar bahwa Obama pernah sekolah disebuah madrasah di Indonesia, dan ayahnya asal Kenya merupakan seorang Muslim. Ditambah dengan munculnya gambar Obama yang menggunakan pakaian adat Kenya. Yang menjadi pokok permasalahan adalah: Apakah pengaruh hubungan diplomatik antara Indonesia dan AS akan mengalami perubahan yang drastis jika Obama menjadi Presiden. Dan bagaimanakah  kebijakan luar negeri AS terhadap dunia Islam jika Obama terpilih menjadi presiden?.
Sistem Pemilu Amerika Serikat
Langkah pertama yang disebut pemilu awal: setiap partai mencari kandidat terbaik. Langkah kedua: dari para unggulan itulah kandidat presiden akan ditentukan oleh masing-masing partai.Langkah pertama: Pemilu awal secara tradisional dimulai di negara bagian Iowa. Ini yang sudah dilakukan hari Kamis (03/01). Kandidat presiden paling menjanjikan dari partai demokrat Barack Obama mengumpulkan suara terbanyak. Komentarnya: "Siapa yang menang di sini, kemungkinan besar memenangkan nominasi dan kemungkinan besar memenangkan jabatan presiden.” Seorang presiden untuk semua. Itu gagasan utamanya. Tapi, pengamat pemilu Thomas Mann dari Institut  Brookings di Washington mengatakan: “Kita hidup dalam sistim federal tingkat tinggi. Memang partai politik bisa menetapkan panduan dan peraturan di tingkat nasional, tapi seperti terlihat pada pemilu awal, yang menentukan adalah negara bagian dan partai di tingkat negara bagian itu.”
Sistem pemilihan presiden di Amerika ditempuh dengan beberpa tahap yang pertama adalah sistem kaukus, yaitu penyeleksian calon pemilih dari setiap partai, lalu pemilih terdaftar dari suatu partai bertemu di tempat yang ditentukan seperti sekolah, gereja atau perpustakaan umum dan memberikan suara secara langsung dan bersamaan kepada kandidat mereka. Yang lebih banyak digunakan daripada sistem kaukus adalah sistem primary. Pada sistem primary, pihak Republik dan Demokrat akan menggunakan kartu suara biasa. 
            Kemudian dilanjutkan dengan ‘super tuesday’, yaitu Selasa 5 Februari, dimana hampir separuh negara bagian memilih dan bisa sekali lagi mendorong para kandidat untuk berjuang. Rintangan terakhir para kandidat unggulan Partai Republik juga Demokrat adalah kongres partai, conventions. Disusul kemudian dengan fase kampanye pemilu yang panas dan tentu saja pemilihan sesungguhnya presiden baru AS.
            Pada perhelatan akbar di bulan November itu, bukan perolehan mayoritas suara yang akan langsung menentukan siapa presiden berikutnya. Setiap negara bagian membentuk komite pemilih, dengan jumlah anggota berdasarkan jumlah penduduknya.  Komite ini kemudian yang memberikan suara bulat kepada satu kandidat pilihan. Itu artinya, the winner takes all, pemenang memperoleh semuanya. Dalam prakteknya, komite pemilihan akan memberi suara pada kandidat presiden yang memang merebut suara paling banyak pada hari pemungutan suara.
Semarak Obama dalam Pilpres Amerika
Pencalonan Barack Obama menjadi capres AS adalah sebuah phenomena baru dalam dunia politik AS, karena Obama  merupakan orang yang ke 6 menjadi senator dari orang kulit hitam di AS,  dimana kulit hitam merupakan kaum pinggiran di AS. Dan juga munculnya isu tentang kedekatan Obama dengan dunia Islam menambah hangat dibincangkan saat konvesi partai Demokrat untuk pencalan presiden. Belum juga ditambah dengan memburuknya citra Presiden Bush dimata masyarakat AS, yang gencar-gencarnya menyuarakan perang terhadap terroris, hingga menyebabkan kerugian negara.
            Maka dengan terpuruknya citra Presiden Bush, nama Obama dan Hillary Rodham Clinton ini lebih popular dari caoln-calon partai yang lain. Dan juga munculnya Obama yang merupakan politisi baru dari utusan daerah di Illionis, kawasan daerah tempat Obama tinggal. Belum lagi ditambah pengaruh Obama dalam perolehan suara untuk partai Demokrat ini. Obama memperoleh banyak dukungan dari golongan kulit hitam dan juga sebagian kulit putih, bahkan pemuka agama Islam di Amerika  Louis Farrakhan memberi dukungan juga terhadap Obama.
Dalam keterangan persnya di majalah  Prancis( Paris Match) Obama mengatakan bahwa dia ingin menggelar perkumpulan para tokoh-tokoh muslim dan barat se dunia, untuk berbincang-bincang upaya mencegah perselisihan paham antara dunia Muslim dan Barat. Kita mengajak mereka untuk sama-sama begabung melawan teroris, dan juga kita memahami keluhan kaum muslimin. Dia juga mengatakan akan menutup penjara guantanamo, dan menghentikan perang di Irak, karena kalau senadainya kita terus disibukan dengan masalah ini, tentunya, kita selalu disibukkan dengan hal ini saja.
Membangun Negara Super Power
Untuk membangun sebuah imperium paska perang dunia ke 2 Amerika memerlukan beberapa planing,  kedua partai besar yaitu Republik dan juga Demokrat memiliki planing ini, walaupun cara kedua partai ini bebeda untuk membangun sebuah imperium, namun keduanya memiliki tujuan yang sama. Dan munculnya kebencian terhadap Islam dan Muslim pada pemerintahan Bush, dan juga benci kepada sesuatu kecuali Kristen merupakan bukan kebijakan luar negeri Amerika, namun itu merupakan salah satu cara untuk memperkuat dominasi Amerika, khususnya pada daerah-daerah yang sangat strategis dan juga yang sangat kaya dengan energi alamnya, seperti Timur Tengah dan Asia Tengah[1].
Diantara kendaraan Amerika untuk membangun dominasinya di dunia ini adalah dengan kekuatan, baik itu kekuatan senjata pemusnah masal, kekuatan tentaranya, yang dengan sengaja digunakan untuk mencapai kepentingannya. Dan memaksa negara-negara yang lemah untuk patuh dan tunduk dibawah kekuasaannya. Yang kedua adalah kekuatan diplomasi Amerika, yaitu dengan menggunakan PBB sebagai alat untuk mencapai tujuannya. Amerika mendominasi sebagian besar kebijakan PBB, seakan-akan PBB sebagai boneka Amerika, yang bisa diatur seenaknya saja. Kekuatan yang ketiga adalah ekonomi, dimana Amerika menguasai ekonomi dunia, dengan WTO, kemudian IMF, dan bank dunianya, yang mana semua organisasi ekonomi dunia ini dikuasai oleh barat, khususnya Amerika. Walaupun Kanada pernah menggunakan WTO untuk memprotes atas dominasi Amerika serikat atas organisasi ini, namun pada kenyataannya Amerika tetap lebih mengusai. Dan juga Amerika mengusai multinasiaonal  perusahaan di dunia ini, yang kemudian kebijakan dagang ini dipegang oleh Amerika.
Sebagi contoh adalah bahwa obat virus flu burung dijual dengan harga yang sangat tinggi, konon perusahaan ini dimiliki oleh Donal Rum mantan meteri pertahanan Amerika. Dan Tangan Tuhan di Balik Flu Burung mengindikasikan, bahwa buku itu merupakan kebijakan politik kesehatan yang sangat berbeda dengan kebijakan politik kesehatan RI dalam kurun waktu selama 60 tahun Indonesia merdeka. Berani melawan hegemomi neo-kolonialisme melalui badan internasional WHO dan ternyata bisa dimenangkannya. Disaat ada kerinduan untuk bebas dari hegemoni asing, neo-kolonialisme, ada seorang menteri yang berani melawan arus global neo-kolonialisme. Seolah-olah kita berada kembali di zaman Bung Karno. Paling tidak dunia terbelalak!
Dan yang keempat adalah kekuatan yang ringan, sebagaimana diterangkan oleh ahli politik Amerika Joseph Nye, bahwa kekutan yang ringan adalah melalui kebudayaan Amerika Serikat yang menguasai dunia, baik media massa, elektronik maupun cetak, ditambah lagi dengan dunia intertainment, ada istilahnya Hamburgerisasi, yaitu setiap apapun yang berbau Amerika akan dianggap sebagai sesuatu yang mewah, dan juga hebat, contoh saja bintang Film manapun kalau belum masuk dalam Hollywood belum dinyatakan bintang film yang hebat[2] .
Sikap Muslim terhadap pemilihan Presiden Amerika
Secara umum, partai Demokrat dalam sejarahnya memang lebih bersahabat dengan warga minoritas, termasuk didalamnya umat Islam. Selain itu, dari perspektif idiologi, kaum Demokrat tidak dibajak oleh idiologi Kristen fundamentalis dalam kebijakan-kebijakannya. Dan partai Republik memiliki pandangan-pandangan konservatisme  dalam berbagai isu sosial, isu aborsi dan perkawinan sejenis misalnya. Bahwa secara moral, idiologi partai Republikan lebih cenderung kepada konsep-konsep agama secara umum.
Penentuan pilihan
Dalam politik ternyata memang ada gap (jurang) antara idealisme dan realita. Idealnya kita berharap presiden Amerika Serikat adalah orang yang adil dan bisa menjadi pemimpin dunia, yang memberikan kedamaian. Sayang, realita mengatakan bahwa hal itu masih belum memungkinkan, dan barangkali justru sebaliknya akan selalu merugikan kepentingan umat Islam pada khususnya. Dulu kita berharap presiden Bush dapat mendengar aspirasi Masyarakat dunia, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Apakah dengan Munculnya Obama sebagai calon presiden Amerika akan membawa kepada perubahan yang signifikan bagi perubahan kebijakan luar negeri Amerika? Belum tentu juga, walaupun diberbagai macam statemennya Obama selalu menekankan kepada perubahan di Amerika, Change we Believed" atau Stand for chang, ini yang selalu diungkapkan Obama dalam setiap kali Kampanyenya.
Mungkin hanya sebuah harapan yang sangat kecil sekali jika Obama terpilih menjadi presiden Amerika, membawa perubahan dalam kebijakan luar negerinya, khususnya bagi negara-negara Muslim. Ini mungkin yang paling kecil mudharatnya. Secara pertimbangan moral sosial, komunitas Muslim cenderung untuk memilih kadindat Republikan yang dinilai lebih konservativ. Tapi dengan melihat kepada berbagai relaita pahit yang terjadi saat ini, khususnya jika melihat kepada kebijakan luar negeri, dan lebih khusus lagi relasinya dengan perang Timur Tengah dan isu Israel-Palestina, juga termasuk apa yang disebutkan sebagai “war on terrorism” nampak bahwa capres dari partai Demokrat jauh lebih bersahabat. Kandidat Demokrat dalam berbagai visinya dapat dikatakan lebih “manusiawi” (humanis) dan rasionaol dalam menawarkan berbagai kebijakan luar negerinya. Sementara capres dari partai Republikan lebih kaku dan dahkan cenderung tidak rasional, dan lebih berbahaya, mereka sangat dipengaruhi oleh idiologi Kristen radikal, Evangelist, yang memang pendukung utama negara Israel
Hillary atau Barack?
Dengan mundurnya John Edward dari persaingan pencalonan dari partai Demokrat, kini tinggal dua kandidat dari partai ini yang akan dipilih. Dari kedua calon ini, manakah yang lebih cenderung dipilih oleh masyarakat Muslim? Menimbang-nimbang dua kandidat ini memang cukup rumit. Secara umum, masyarakat Muslim cenderung untuk menjatuhkan pilihannya pada Barack Obama. Pertimbangannya bukan karena ras, gender, dan bukan pula karena adanya keterkaitan latar belakang keluarga ayah Obama yang Muslim. Tapi memang visi yang diajukan Obama nuansanya lebih menjamin perubahan yang dijanjikan. Barack Obama memang memiliki daya tarik luar biasa. Umurnya yang masih relative muda, cerdik dan tajam dalam menganalisa berbagai isu yang ada. Walaupun ada kekhawatiran bahwa Obama masih kurang berpengalaman, namun melihat kepada pandangan-pandangan nya yang tajam mengurangi kekhawatiran tersebut. Memang dalam berbagai debat politiknya, isu “experience versus judgment” menjadi isu hangat. Hillary merasa lebih berpengalaman, tapi sebaliknya Obama yakin dengan pandangan-pandangan nya yang lebih akurat. Hal lain yang menjadikan sebagian besar masyarakat Muslim mendukung Obama adalah sikapnya yang selalu mendahulukan “diplomasi” di atas penyelesaian militer.
Bahkan dalam banyak kesempatan, Obama selalu mengatakan “we must be courageous to speak to our friends and to our enemies”. Keinginan baik untuk membangun komunikasi ini sendiri, termasuk dengan mereka yang dianggap musuh-musuh Amerika seperti Iran, adalah sikap positif. Komunitas Muslim cukup muak dengan kebijakan luar negeri Bush yang selalu mengedepankan aksi militer. Di lain pihak, memang ada kekhawatiran dari beberapa kalangan bahwa Obama kemungkinan besar tidak akan terpilih. Alasannya, Amerika belum siap dipimpin oleh seseorang non White (selain warga kulit putih). Hal ini mungkin benar, tapi mungkin juga salah. Jika kita melihat kepada kepada demografi pemilih Obama, juga tidak kurang dari warga kulit putih yang memilihnya.
Sebaliknya, ada juga kekhawatiran bahwa Amerika hingga kini belum siap dipimpin oleh seorang wanita. Pada akhirnya memang, calon pemilih sibuk mendiskusikan antara pengalaman Hillary dan ketajaman “pertimbangan” (judgment) Obama. Hillary yang dianggap telah lama melanglang buana di Washington DC, sejak sebagai Ibu Negara hingga sebagai senator terpilih  dari negara bagian New York menjadi modal utama dalam pemerintahannya nanti. Tapi itupun dipertanyakan. Semua tahu bahwa pemerintahan G.W Bush didominasi oleh Wapressnya, Dick Cheney, yang telah melanglang buana dalam struktur pemerintahan Amerika. Toh, berbagai kebijakan yang dihasilkan dapat dikatakan justeru membawa bencana bagi Amerika dan dunia saat ini.
Yang perlu kita ingat disini adalah maraknya nama Barack Obama dan Hillary disebabkan karena buruknya citra presiden Bush dari partai Republik, dan keburukan citra ini dimanfaatkan oleh Obama dan Hillary dari partai Demokrat untuk mengambil simpati masyarakat Amerika yang menginginkan perubahan [3]. Ini merupakan sebuah siasat dari partai politik, karena seandainya Obama terpilih menjadi presiden Amerika yang pertama dari kulit hitam, dia tidak bisa berbuat banyak bagi umat Islam dan Indonesia Khususnya, sebagaimana disebut diatas, bahwa Amerika ingin mebangun imperium dan itu membutuhkan kekuatan. Obama hanyalah seorang yang hidup didalam sistem.
Kongklusi
            Sebagaimana d iterangkan dia atas, bahwa pemilihan presiden Amerika serikat akan memberikan dampak politik luar negeri yang signifikan. Itu didasari dari beredarnya akan keterpurukan ekonomi Amerika, sebagimana yang dinyatakan oleh Alan Greenspan salah seorang mantan Gubernur Bank Sentral Amerika bahwa  ekonomi Amerika terancam resesi. Oleh sebab itu, kita tidak bisa berhaharap banyak dari Amerika, dan mencoba untuk tidak selalu berkiblat kepadanya. Dalam politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif yaitu, tetap menjaga hubungan baik dengan Amerika, tanpa menimbulkan perlawanan, karena itu akan merugikan kita. Dan yang harus kita lakukan adalah untuk mencari alternatif lain, dalam rangka melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain yang dapat membawa kemajuan kepada negara kita, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan dan lain sebaginya. Wallahu a'lam bishawab


[1] . Lihat: The Empire and the War for Muslim Minds, Robert W. Jensen. Policy Perspectives, Volume 5 january-June 2008, hal; 135
[2] . Lihat; Why do People Hate America?, Ziauddin Sardar and Merryl Wyn Davies, Alhamra 2002, hal:129.
[3] . Lihat; Democrat Majority in Congress; Will it make different? Najam Rafique,  The Institut of Strategic Studies Islamabad, Pakistan, Vol. XXVII winter 2007 , no 4, hal; 9.
Selengkapnya...

Bidikan Ujung Pedang Nekolim


Suatu hari saya mendengar ada anak-anak yang berkumpul dengan teman sebayanya disebuah pemukiman kumuh  lalu mereka berkata " enak ya hari tujuh belasan, banyak perlombaan, ada lomba panjat pinang, lomba balap karung, makan kerupuk, dan lain sebagainya". Itulah kira-kira gambaran pemikiran anak-anak menyambut hari kemerdekaan, dan mungkin kita pun berpikir hal yang sama dalam menyambut hari kemerdekaan.
            Lalu terdetik dalam hati ini sebuah pertanyaan apakah benar itu semua adalah sebuah ungkapan kemerdekaan yang diharapkan oleh para pahlawan perjuangan kemerdekaan negeri ini. Atau bahkan  ini menjadi  tujuan dari perjuangan berdarah di medan perang?. Padahal kalau kita lihat kepada anak-anak tadi, mereka merasa bergembira pada saat tujuhbelasan  dengan banyaknya perlombaan, namun setelah itu mereka merasa sedih, karena nasib yang mereka rasakan, yang kadang-kadang makan sekali dalam sehari, menjadi pengemis di jalan-jalan, dan sedikit sekali dari mereka yang mendapatkan kesempatan untuk duduk dibangku sekolah, hidup didalam gubuk reot dipinggir-pinggir sungai. Sedangkan disekeliling mereka berdiri bangunan yang mewah, didalamnya diisi oleh orang-orang yang berdasi dan bermobilkan mercy, mungkin disampingnya pun duduk seorang sekertaris yang sexy.
            Ada pula teman yang mengatakan "Orang Pakistan ga kreatif ya?!, masa hari kemerdekaannya ga ada kegiatan apa-apa, ga seperti  di negara Indonesia, ketika merayakan hari kemerdekaan semua masyarakat bersgembira ria, dengan berbagai macam kegitan yang diadakan, baik dari tingkat RT sampai pada tingkat kenegaraan sekalipun".
            Hati ini bertanya, yang benar siapa ya? Kita sebagai negara Indonesia atau Pakistan yang tidak melaksanakan kegiatan-kegiatan apapun di negerinya. Atau apakah benar cara yang kita lakukan, dan sudah menjadi tradisi setiap tahunnya untuk melakukan rutinitas seperti itu.
            Rasa bahagia dalam merayakan hari kemerdekaan adalah suatu hal yang wajar dalam kehidupan anak manusia, dengan berbagaimacam kreasi dan inovasi dalam mengungkapkan rasa bahagia ini, bagaikan burung lepas dari sangkarnya bebas terbang kemana saja dia mau. Karena wajarlah ketika seseoarang bebas dari kungkungan penjajahan selama tiga setengah abad lamanya, kemudian keluar dari penjajahan yang telah mengorbankan harta, kehormatan, dan nyawa sekalipun.
Tapi yang penting adalah tidak hanya menyangkut bagaimana meraih kemenangan, tetapi juga mengenai bagaimana mengisi kemenangan, bagaimana kemenangan itu bisa bertahan lama, dan bagaimana kemenangan itu bisa memberi manfaat bagi kesejahteraan dan keadilan. Bukan hanya dijadikan sebagai tempat untuk berpesta pora, namun kenyataannya kita masih belum bisa mengisi kemerdekaan ini dengan baik. Masih banyaknya anak-anak yang buta aksara, kemiskinan, ketertinggalan, perampasan dan tekanan oleh sebagian oknum.
Sukarno dalam sebuah perdebatan sengit pernah berkata " Kita harus selalu berangkat dari fakta-fakta. Faktanya ialah bahwa neokolonialisme, dan Imperialisme ( Nekolim) membidikkan ujung pedangnnya dan laras senapannya terhadap kita". Memang kita sudah merdeka(baca ; bebas dari penjajahan) namun, jangan lupa disana ada bentuk-bentuk penjajahan baru yang mungkin kita tidak menyadari, baik penjajahan ekonomi, pendidikan, ideology dan lain sebagainya. Kaum komunis pada awal-awal dibentuk tahun 1951, partai ini dengan lantang menyatakan bahwa Revolusi 17 Agustus 1945 belum selesai atau bahkan telah gagal, alasannya bahwa kekuasaan negara dan alat-alat produksi masih dikuasai oleh kaum borjuis dan sisa-sisa feodal. Pernyataan ini bisa dibenarkan, karena kenyataanya negeri ini hanya dikuasai oleh orang-orang yang berduit saja, sedangkan yang lain dibiarkan tertinggal. Namun, cara yang dilakukan kaum Komunis untuk merebut kekuasaan secara paksa, dan juga menggunakan cara-cara yang tidak terhormat, dengan menghasut, dan menfitnah, hal inilah yang kita tidak bisa tolelir.
Maka dengan itu, mari kita sama-sama berintrofeksi diri apakah kita benar-benar merdeka? Atau kata merdeka hanya sebagai slogan tunamakna, dan kita juga harus waspada kepada neokolonisme dan imperalisme yang diwanti-wantikan Sukarno, karena tanpa disadari bahwa kita masih dalam penjajahan dalam bentuk yang baru, namun kebanyakan dari kita tidak menyadari hal ini.
Mari kita isi kemerdekaan ini dengan hal-hal yang bermanfaat bagi negeri ini, tinggalkan rasa malas dalam jiwa kita, mencoba hidup mandiri, membentuk negeri yang berwibawa dan berdaulat, tidak mudah terpesona dengan tawaran yang megah namun merugikan banyak pihak, memberikan kemerdekaan yang hakiki kepada anak bangsa negeri ini. Menjadi penerus perjuangan para pahlawan yang gugur di medan perang. Wallahu a'lam bishawab
Selengkapnya...

Perdamaian Atas Dasar Tauhid


Akhir-akhir ini kekerasan, pembunuhan, bom bunuh diri dan tindak anarkhisme terhadap kelompok dan agama lain semakin kerap mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Mungkinkah aneka tindakan amoral tersebut merupakan buah yang harus dipetik dari khotbah-khotbah kebencian yang pernah disampaikan sejumlah pemimpin agama?
      Dari berbagai opini di media massa, mayoritas pemimpin dan tokoh agama dan masyarakat berjuang ekstra keras bagaimana mereka dapat membangun suatu perdamaian dan pertemuan antar agama-agama yang berbeda-beda secara otentik dengan mengedepankan universalitas ajaran agamanya tanpa menghilangkan keunikan dan kekhasan masing-masing agama. Melalui dialog antar agama, ataupun diskusi-diskusi.
      Namun ada saja pemimpin dari masing-masing agama, yang mencoba merusak perdamaian dan persahabatan yang sudah terjalin dengan membongkar lagi kejelekan, aib, konflik dan permusuhan antaragama yang terjadi pada masa ekspansi Muslim ke Eropa, Perang Salib dan sistem penyiaran agama yang dapat membuka kembali luka-luka agamis yang pernah terjadi. Bisa jadi kekerasan, pembunuhan dan aksi anarkhis terhadap kelompok lain merupakan buah dari pemberitaan yang keliru tentang ajaran agama.
      Sudah saatnya para pemimpin agama dan tokoh agama menyetop ajaran kebencian dan permusuhan terhadap agama lain pada umatnya. Dunia akan lebih layak dihuni bila para pemimpin agama dan tokoh agama membangun sikap pemaaf, persahabatan dan persaudaraan antar suku, agama, ras dan antargolongan.
      Pemaksaan terhadap keimanan akan menimbulkan dua dampak yang kedua-duanya buruk. Pertama, terjadi ketegangan antara pihak yang memaksa dengan pihak yang dipaksa. Kedua, akan muncul kemunafikan (hipokrasi). Seseorang yang beragama karena terpaksa pastilah menjadi orang yang tak ikhlas dan secara diam-diam membenci agama yang dianutnya.

 Dakwah  universal
        Sesungguhnya ajaran Islam yang diturunkan  Allah Subhanahu wa Ta’ala, melalui perantara Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam,  merupakan   peyempurna ajaran-ajaran sebelumnya, dan Allah menjadikan ajaran ini untuk semua manusia.  Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Islam menjadi agama dan merupakan sebuah ajaran yang sempurna bagi manusia. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an:” Pada hari ini Telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu  nikmatKu, dan telah Ku ridhai  Islam itu menjadi Agama  bagimu.”(Al-Maidah: 3)
       Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, diutus ke muka bumi ini untuk semua manusia sebagai mana Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman:” Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”( Saba’:28) dan ayat selanjutnya mengatakan “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” ( Al- Anbiya: 107), berbeda dengan Nabi-Nabi sebelumnya yang diutus oleh Allah hanya untuk kaum dan golongannya, hal ini  menunjukan bahwa Islam merupakan suatu ajaran yang universal.
        Adalah perjalanan dakwah Rasulullah  Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang menyerukan dakwah secara menyeluruh tanpa harus melihat golongan ataupun jabatan, warna kulit baik hitam maupun putih, atau kepada strata  seseorang baik kaya ataupun miskin. Namun, pada awalnya dakwah ini dilakukan secara tersembunyi, kemudian secara terang-terangan, dan setelah hijrah ke Madinah  beliau memulai dakwahnya dengan  mengirimkan delegasi  kepada para pemimpin dan raja- raja pada saat itu, seperti Hiraklius pemimpin Roma, Kisra pembesar Paris, serta Mukaukis penguasa Mesir dan juga Iskandariyah pada saat itu, dan banyak lagi yang dikirimkan  kepada raja- raja pada saat itu.
        Ini merupakan sebuah bukti bahwa Islam adalah agama  untuk semua manusia, sejak diperintahkannya hingga kini. Dengan ini kita bisa menjustifikasi bahwa  sesungguhnya hubungan antara Muslim dan nonMuslim pada awalnya sebuah perdamaian. Namun permusuhan dan perdamaian antara Muslim dan nonMuslim akan lebih jelas  setelah mengetahui sikap ummat dan juga negara pada saat itu terhadap agama Islam, antara menerima atau menolak ajaran agama ini. Apabila menerima dan juga tidak memerangi agama Islam maka perdamaianlah yang terjadi, tetapi apabila memerang agama ini hal  sebaliknya yang terjadi. Sebagaimana piagam Madinah, yaitu perjanjian antara kaum Muslim Madinah dengan Yahudi untuk  membangun komunikasi yang tidak monolitik tidak antar kita sendiri, tetapi lebih untuk membangun komunikasi antar lapisan masyarakat, juga mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bermediasi, bernegoisasi, musyawarah dan kekeluargaan, yaitu tetap menjaga kepercayaan masing-masing, menjaga dari serangan musuh, tidak memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya, namun sayang orang Yahudi berkhianat maka peperanganlah yang terjadi. DR al- Ganimi berpendapat:” Sesungguhnya hubungan Negara Islam dengan negara lain yang bersebrangan dengannya tergantung bagaimana siyasat negara-negara Islam tersebut, dan itu adalah sesuatu yang wajar dalam perpolitikan antar negara, dan apabila  berjalan sesuai dengan kesepakatan  sebagaimana Allah berfirman dalam al- Qur’an:”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak juga mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang–orang yang berlaku adil”( Al-Mumtahanah:8) .
      Bukankah kita selalu mengatakan bahwa pemaksaan adalah sesuatu yang berlawanan dengan keadilan untuk menerima agama. Sampai dalam peperangan tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, karena sesungguhnya agama adalah persoalan individual yaitu :antara individu dan Tuhannya, kalau dia menerima ajaran agama Islam berarti dia telah mendapat petunjuk dan begitu sebaliknya.
        Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Hasan Assyaibani:” kalau seandainya kaum muslimin berjumpa dengan kaum musyrikin dan mereka belum menyampaikan Islam kepada mereka, tidaklah mereka untuk memeranginya, sampai mereka menyerukannya kedalam Islam”. Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm ”Dan kami tidak akan menga’azab sebelum kami mengutus seorang Rasul”( Al-Isra:1). Seandainya mereka mengetauhi sesungguhnya kita menyerukan kepada mereka untuk menerima ajaran Islam yang penuh dengan perdamaian sungguh mereka akan menerima ajaran ini tanpa harus adanya peperangan.
      Begitu pula apa yang dikatakan Allamah Abul Qasim al-Samnaani  al- Hanafi :” Dan hendaknya diserukan kepada mereka untuk masuk kedalam agama Islam dan diterangkan kemana mereka diserukan, serta terangkan syariat-syariat, dan kewajiban-kewajiban, dan hukum-hukumnya, apabila mereka masuk agama Islam maka jagalah dia dan juga hendakya dia untuk bergabung dalam negara Islam, dan apabila dia enggan untuk menerima ajaran ini maka hendaknya dia dianjurkan untuk membayar jizyah, dan apabila dia melaksanakannya maka peliharalah dia, dan apabila dia enggan membayar jizyah maka mohon tolonglah kepada Allah dan perangilah mereka atas nama Allah dan juga atas nama Agama  Rasulnya”
     
.Agama dialog
      Islam adalah agama yang  menganjurkan harmonisasi dan kerukunan, serta  membenci kekerasan dan kemunafikan. Tak ada jaminan yang lebih jelas untuk menghindari dua hal buruk ini kecuali ajakan Alquran kepada kita semua untuk menghormati keyakinan-keyakinan agama lain, anjuran mencari titik temu. Dalam Islam dialog bukan hanya merupakan sebuah kemuliaan namun ia merupakan suatu kewajiban. Maka, Allah menjadikan manusia  bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan  berbagai macam bahasa serta warna kulit sebagai tanda kekuasaanNya. Juga menjadikan perbedaan dalam cara hidup, kebudayaan, peradaban, adat istiadat, dan juga agama. Allah berfirman: “ untuk tiap-tiap ummat diantara kamu kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu ummat saja”( al-Maidah:48). Saling kenal-mengenal adalah tujuan dari sebuah kemajmukan, dan dialog merupakan jalan untuk saling mengenal antara manusia, maka dialog  merupakan suatu kewajiban Islam, hal ini telah tertuang dalam al-Qur’an.
       Islam dan orang-orang yang beriman mengakui keberadaan agama Yahudi, dan juga Nasrani sebagai agama samawi, atau sebagai ajaran dan  syariat Allah yang satu. Mempercayai semua Nabi, Rasul, dan kitab mereka sebagai sebuah wahyu yang diturunkan kepada Nabi mereka, serta mengakui syariat mereka  sebelum mengalami perubahan bagian dari syariat Islam. Namun bagaimanakah sikap nonMuslim terhadap Islam? mereka mengingkari keberadaan Islam, serta tidak mengakui dan tidak menerima Islam sebagai sebuah ajaran, dan tidak menganggap Islam sebagai agama samawi, bahkan  tidak menganggap Muhammad sebagai pembawa kebenaran, serta menuduhnya sebagai pembawa ajaran sesat, dan tidak menganggap Al-Qur’an sebagai wahyu samawi (  Muhammad Imarah, fi fiqhi al-muwajahah baina al-garb wa al-Islam :156)
      Dalam hal ini, harapan penjaga nilai-nilai toleransi ada di pundak kita sebagai ummat Islam dan aparatur negara sebagai  pengontrol berjalannya mekanisme hukum atau rule of law. Aparat negara harus ingat bahwa dalam konstitusi kita, setiap warganegara punya hak kebebasan dalam beragama, dan negara menjamin kebebasan setiap warganya untuk memeluk agama masing-masing. Karena itu, tugas mengawal proses-proses toleransi yang pertama-tama adalah ditangan kita dan negara.  Law enforcement yang melindungi setiap warganegara untuk menjalankan kebebasannya dalam beragama, tetap ada di pundak aparatur negara. Tapi faktanya, ketika warganegara tidak diberi jaminan perlindungan oleh aparat negara, secara naluriah masyarakat akan mencari safety need, keinginan untuk aman masing-masing, dalam bentuk-bentuk lain  bisa datang dari premanisme.
      Jadi, kehendak untuk mencari safety need itu harus dibayar mahal sekali, akibat tidak adanya perlindungan negara atas hak-hak individu sebagai warganegara. Saya kira, argumen tekstual dari Islam sudah sangat jelas. Kitab suci Alquran telah menyatakan larangan mengganggu rumah ibadah-rumah ibadah agama lain, di mana asma-asma Tuhan disebut. Bahkan dalam Alquran, Allah secara jelas menyatakan: “Kalau Aku ingin menjadikan kalian satu umat saja, Aku tentu bisa. Tapi kalian memang Aku biarkan beragam agar saling berkompetisi secara sehat.” Jadi kita berbeda dalam rangka fastabiqul khairโt, berlomba-lomba dalam kebajikan.
      Terkait soal di atas, ada contoh menarik ketika Umar membebaskan Palestina. Ketika itu, beberapa sahabat ingin sekali menyelenggarakan salat di sebuah gereja. Tapi Umar mengatakan: “Jangan! Kalau orang Islam diizinkan salat di sana, lambat laun mereka akan mengambil-alih gereja tersebut.” Itulah bentuk perlindungan Islam terhadap minoritas. Saya kira, hikmah yang dapat dijumpai dalam berbagai khazanah Islam itu harus disegarkan dan ditumbuhkan kembali.
      Berkaca dari kisah di atas, dengan alasan apapun, setiap kelompok keagamaan tidak boleh menghancurkan rumah ibadah-rumah ibadah kelompok lain. Tapi di sisi lain, setiap kelompok keagamaan juga harus memiliki kepantasan etis dalam bermasyarakat. Setiap orang atau kelompok harus memiliki rasa tahu diri. Untuk sesuatu yang sifatnya etis, memang diperlukan kerukunan, titik temu, dan dialog antar tokoh-tokoh agama.
       Namun, kekerasan atas nama agama yang beberapa tahun terakhir merebak di negeri ini, sejatinya tetap saja tidak dapat dibenarkan dengan dalih apapun. Agama, dan Islam khususnya, pada hakikatnya harus tetap ditegakkan sebagai rahmat bagi semesta alam, bukan laknat bagi kehidupan. Tantangan kita saat ini dan ke depan: mampukah kita mewujudkan peradaban dunia atas landasan rahmah dan perdamaian?
      Ada bagian yang saling mengikat antara seluruh umat Islam. Baik dalam sejarah, kemaslahatan dan masa depan mereka. Juga masalah aqidah dan agama mereka. Keterkaitan ini lebih mengikat ketimbang keterikatan negara. Jika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa persatuan undang-undang dalam suatu negara merupakan persatuan yang paling tinggi. Maka di atasnya adalah kesatuan aqidah. Dan Umat Islam jelas memiliki kesatuan undang-undang karena syariat Islam adalah satu, aqidahnya satu dan ajarannya universal untuk ummat semesta alam. Wallahu ‘alam Bishawab.

Selengkapnya...

Ketika


Pernakah anda melihat betapa indahnya negara kita ketika “hukum” diteggakkan, di mana hukum bukan hanya berlaku bagi rakyat kecil saja tetapi sampai pada kalangan konglomerat dan pejabat? Film yang kini sedang tayang,” Ketika” mungkin dapat memberikan gambaran. Film garapan  bang Deddy mizwar, sutradara dan juga seoarang aktor senior yang sukses menggarap, “Kiamat sudah dekat” itu, menggambarkan bagaimana KKN terjadi antara para pejabat dan para konglomerat. Namun, ketika hukum diteggakkan di negeri ini tanpa adanya diskriminasi siapapun dia, pejabatkah ? konglomeratkah? Rakyat kecil? Tua ataupun anak-anak? maka, kita akan melihat  seorang konglomerat jatuh miskin, seorang anak konglomerat menanyakan kepada salah seorang pembantunya “ Bagaimana rasanya miskin?”. Dan juga kita akan melihat bagaimana anak konglomerat mengatakan “ Bahwa anak orang kaya tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus!” buktinya ketika dia kaya selalu banyak yang mendekati namun, ketika jatuh miskin semuanya menjauhi, itulah salah satu ucapan sinis dari Tiara putri dari Tajir Saldono sang konglomerat dalam film” Ketika”.
Dalam film itu menceritakan pula bagaimana seorang konglomerat yang tidak memiliki apa-apa kemudian karena kedekatannya dengan para pejabat, setingkat menteri, bahkan Presiden sekalipun, dia menjadi konglomerat yang kaya raya dan memiliki beberpa perusahaan dan anak perusahaan. Namun, hal ini tinggallah impian ketika law enforcement atau penegakkan hukum di negara kita ini berjalan, sehingga setiap warga negara mendapatkan haknya. Maka, sang konglomerat yang notabene dekat dengan para pejabat jatuh bangkrut, dan harus menjalani hukuman atas perbuatannya. Bahkan,   negara menyita seluruh hak milik para konglomerat untuk kepentingan rakyak.
Begitulah sekelumit gambaran film, “Ketika”.  Namun hal ini bisa menjadi kenyataan ketika hukum ditegakkan kalau tidak!, itu hanya merupakan isapan jempol dan hayalan belaka. Reformasi hukum bukan hanya dilakukan untuk para pejabat–pejabat kelas atas saja, dia harus dilakukan sampai keakar-akarnya, baik dari hakim, jaksa, pengacara atau para advokat, dan sistemnya. Karena kalau tidak demikian, mungkin benar  apa yang dituduhkan kepada jaksa Agung “Abdurrahman sholeh”, yang dikatakan oleh salah seoarang anggota dewan sebagai “ustadz di kandang para maling”.
Kalau kita melihat fakta di lapangan memang hal demikian terjadi di negara kita, masih banyak para konglomerat yang melakukan kejahatan hukum, namun masih tetap bergentayangan bagaikan tak memiliki dosa apa-apa, ataupun dijerat hukum sehingga masuk buih. Kenyataannya selepas dari buih mereka masih tetap kaya raya, karena hanya jasad mereka saja yang dihukum namun, harta yang mereka curi tidak disita. Memang,  saat ini pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penegakkan hukum(law enforcement) namun hasilnya belum maksimal, karena masih adanya KKN antara  para pejabat dan juga para konglomerat.
Maka, tidak heran ketika kepala kepolisian diganti dari Dai’ Bakhtiar ke   Sutanto, banyak gebrakan baru yang dilakukan oleh pihak kepolisian, baik pemberantasan judi, obat-obat terlarang, namun, sayang hal ini hanya sebatas untuk para pelaku kelas bawah. Buktinya, ketika ada wawancara antara seorang pengecer judi togel di salah satu televisi swasta. dia mengatakan “bahwa mereka sering ditangkap tapi ketika bosnya menebusnya mereka dibebaskan kembali”. Hal ini menggambarkan bahwa masih adanya KKN antara pelaku kejahatan itu sendiri dengan para pejabat. Maka, bisa dibenarkan pendapat   Donald Black (dalam The Behavior of Law, 1976) Even the smallest degree of intimacy, such as eye contact with jurors, strengthens a case (bahkan kadar keintiman yang paling kecil, seperti kontak mata dengan para anggota dewan juri akan memperkuat suatu kasus.
Di era tahun 1970-an, seorang pakar hukum Amerika Serikat, David Trubek, meneriakkan satu pertanyaan yang bernada kekecewaan terhadap "krisis hukum" di negaranya. "Apakah hukum sudah mati?" Tentu saja hal demikian banyak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat indonesia yang merasa kecewa atas peneggakkan hukum di negara kita ini, yang mereka rasakan adalah hukum hanya milik orang-orang kelas bawah, sedangkan bagi para pejabat dan juga konglomerat hukum  itu tidak berlaku.
Selama ini memang kita merasakan bahwa keadilan hanya milik mereka yang beruang atau golongan the have, sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan dan bahkan tergolong dalam taraf level bawah selalu menjadi korban dari hukum itu tersebut. Maka, wajarlah timbulnya sikap anarki yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang merasa tidak diberlakukan dengan adil, sehingga timbulnya pengadilan jalanan atau pengadilan rakyat, seperti pembakaran, pembunuhan, atau pemukulan para tersangka langsung ditempat kejadian perkara, tanpa harus membawanya ke pihak yang berwenang, hal itu timbul karena sikap ketidakpercayaan kepada pihak yang berwajib, yang cenderung membela mereka yang ber-uang.
Kita akhirnya bertanya, sebenarnya hukum itu untuk apa? Tentu saja hukum bukan untuk hukum, melainkan untuk masyarakat. Dan patut disadari keberadaan hukum itu salah satunya adalah untuk mewujudkan rasa keadilan. Dan hubungan antara hukum dan hati nurani atau moralitas, merupakan hubungan yang abadi. Memang benar bahwa dengan hati nurani saja tidak mungkin menyelesaikan kasus hukum. Tentu saja dibutuhkan aturan hukum dan proses hukum tertentu. Namun demikian, aturan hukum dan proses hukum tidak boleh mengabaikan rasa keadilan warga masyarakat, yang merupakan benih yang menyebabkan lahirnya hukum itu sendiri, tidak ada sesuatu di alam ini yang lahir tanpa tujuan tertentu.
Mafia peradilan masih banyak berkeliaran di mana-mana, seorang mau membayar jutaan rupiah bahkan ratusan juta rupiah untuk para pengacara, hakim dan jaksa dengan syarat kasusnya harus diselesaikan tanpa adanya hukuman yang berarti. Mungkin kita banyak menyaksikan fenomena dalam negara kita, bagaimana seorang yang benar-benar bersalah dihadapan hukum dan juga menurut masyarakat, toh akhirnya divonis bebas oleh pengadilan. Atau juga mereka yang divonis bersalah oleh pengadilan namun hukumannya tidak sesuai dengan kejahatannya. Tidak demikian dengan pencuri ayam yang mati dipukuli masyarakat!.
Di Amerika Serikat untuk mewujudkan agar vonis hakim secara optimal benar-benar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat luas, pengadilan beberapa negara bagian disana  mulai mempraktikkan penggunaan alat bukti yang dinamakan pool evidence, yaitu pembuktian dengan menggunakan jajak pendapat di kalangan masyarakatnya, dalam kasus-kasus besar. Sehingga hal ini bisa mempengaruhi keputusan hakim, walau sebenarnya hal demikian tidak seharusnya dilakukan karena seorang hakim adalah bebas untuk memutuskan perkara sesuai dengan kepastian hukum yang ada dan juga melihat rasa keadilan, namun hal itu muncul karena timbulnya rasa ketidak percayaan terhadap para hakim.
Mungkin kita perlu mengingat imbauan tokoh hukum yang sangat terkenal di dunia hukum, Roscoe Pound, yang mengajak para pengacara untuk: let us not become legal monks (Marilah untuk tidak menjadi "pendeta-pendeta" hukum), yang maksudnya marilah meninggalkan cara berpikir yang terlalu dogmatis, yaitu sesuai dengan kepastian hukum saja tanpa harus melihat rasa keadilan bagi masyarakat. Seorang pengacara senior Amerika Serikat, Mark H McCormick menulis suatu buku yang berjudul The Terrible Truth about Lawyers. Salah satu yang menarik dari buku itu adalah pernyataan bahwa fakultas hukum bukanlah sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang pengacara, dan di pihak lain, bahwa orang tidak membutuhkan fakultas-fakultas hukum untuk berpikir sebagaimana cara berpikirnya seorang pengacara.
Yang paling menarik dari uraian Mark H McCormick itu adalah bahwa, sangat sulit para pengacara untuk mengakui kapan mereka melakukan suatu kesalahan atau kapan mereka sekadar tidak tahu tentang sesuatu. Yang dianggap dosa tertinggi oleh pengacara hanyalah kehilangan kata-kata untuk permainan pasal-pasal undang-undang, secara optimal berusaha meyakinkan pengadilan dan publik tentang ketidaksalahan klien mereka. Richard S Posner dalam bukunya The Problem of Jurisprudence memperkuat dalil tersebut dengan mempertanyakan where will judges look for guidance once they have achieved independence from rank political interference
Ada 3 aspek pendekatan untuk membangun suatu sistem hukum dalam rangka modernisasi dan pembaharuan hukum, yaitu segi struktur (structure), subatansi (subastance) dan budaya hukum (legal culture) yang kesemuanya layak berjalan secara integral, simultan dan paralel.
Pertama, dari sisi structure (struktur) yang meliputi perbaikan segala kelembagaan atau organ-organ yang menyelenggarakan peradilan, sehingga terdapat minimalisasi terjadinya KKN. Birokrasi struktur peradilan menimbulkan mafia peradilan yang telah menjadi polemik peralihan milenium yang selalu tidak terpecahkan. Fungsi pengawasan peradilan terhadap para advokat ataupun administrasi legalitas advokat.
Kedua, substance menyangkut pembaharuan terhadap berbagai perangkat ketentuan normatif, pola dan kehendak perilaku masyarakat yang ada dalam sistem hukum tersebut. Pada era reformasi ini, pembaharuan terhadap substansi hukum mengarah kepada pendekatan kemasyarakatan, bukan lagi pada sisi legalistik formalis. Berlakunya ketentuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih & Bebas Dari KKN maupun UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pembaharuan Kekuasaan Kehakiman, kesemuanya merupakan perangkat normatif yang akomodatif dan berorientasi pada pendekatan masyarakat dengan menghindari semaksimal mungkin segala bentuk intervensi kekuasaan eksekutif terhadap yudikatif. Terlepas adanya sikap pro-kontra, dalam proses peradilan.
Namun, pada kenyataannya masih banyak kita temukan fenomena sebelum proses peradilan, kekuasaan masih menempatkan hukum sebagai komoditas politik, bahkan dijadikan kendaraan politik kekuasaan.  justru mencerminkan merebaknya pendekatan intervensi politik terhadap kemandirian hukum. Eliminasi terhadap prinsip kepastian hukum dan proses beracara yang baik merupakan identifikasi bahwa hukum hanyalah sebagai roda bergulirnya kekuasaan politik.
Ketiga, legal culture (budaya hukum) merupakan aspek signifikan yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ketentuan sebagai civic-minded sehingga masyarakat akan selalu taat dan sadar pentingnya hukum sebagai suatu regulasi umum. Budaya hukum ini berkaitan erat dengan soal etika dan moral masyarakat dalam mensikapi KKN. Masalah rendahnya moral dan budaya hukum inilah yang sangat penting dalam pembangunan hukum Indonesia, dan sangat mengganggu struktur dan substansi dari sistem hukum secara keseluruhan
Dengan nuansa positivisme hukum yang lebih kental, Thomas Hobbes menyatakan, "Perjanjian tanpa pedang hanyalah kata-kata kosong" Menurut Hobbes, harus ada penguasa yang kuat untuk bisa memaksakan hukum. Hukum kodrat tidak mempunyai kekuatan dan tidak menuntut kewajiban sehingga membiarkan individu dalam keadaan perang satu melawan yang lain
Tetapi tidak jarang, hukum yang semestinya sebagai instrumen justru menjadi tujuan itu sendiri. Banyak orang yang terpancing untuk berhenti pada hukum, melupakan tujuan (keadilan) yang hendaknya dicapai melalui sarana ini. Diskursus yang berkembang, seakan-akan tidak beranjak dari persoalan tafsir mengenai kepastian hukum. Dalam kehidupan hukum di negara kita, pada saat ini, wacana tersebut sering berlarut-larut, sehingga terkesan bahwa hukum itu sekadar permainan logika dan kata-kata atas tafsir aturan hukum yang berlaku.
Tak dapat disangkal, untuk mewujudkan keadilan diperlukan adanya kepastian hukum. Ketentuan hukum positif yang berubah-ubah jelas membuat keadilan semakin jauh dari jangkauan, bahkan dapat menimbulkan anarki dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi, apabila terlalu berat berpijak secara berlebih-lebihan pada kepastian hukum akan menimbulkan perlakuan bahwa manusia untuk hukum, bukan hukum untuk manusia. Apabila aturan hukum sudah mengatur sedemikian rupa mengenai sesuatu maka tidak ada pilihan lain kecuali harus tunduk, sekalipun rakyat dan negara harus dirugikan.
Penegakan hukum bergerak di antara dua kutub, yaitu keadilan dan kepastian hukum. Ada yang lebih menekankan kepada aspek keadilan, sebaliknya ada yang menitikberatkan kepada kepastian hukum. Yang ideal adalah bagaimana bisa menciptakan keadilan yang berkepastian hukum atau mewujudkan kepastian hukum yang mempunyai bobot keadilan. Namun, itu tidak mudah.
Ketika kepastian hukum yang menciptakan keadilan telah tewujud di negara kita ini, mungkin gambaran film ,Ketika, yang disutradarai bang Deddy mizwar serta dibantu oleh aktor-aktor senior seperti Rano Karno, Didi Petet dan Lydia Kandou. Menjadi kenyataan. Kita selalu berharap agar hal demikian bisa membangun watak   negeri ini yang notabene Negara Hukum.
Wallahu A’lam Bishawab.

Selengkapnya...

Musharraf vs Martial Law


Dalam sebuah Newsweek di New York mengabarkan bahwa negara yang paling berbahaya di dunia bukanlah Irak, melainkan Pakistan. Ini dibuktikan bagaimana Pakistan merupakan surga yang aman untuk Taliban dan juga para terroris, dan Pakistan juga merupakan negara yang memiliki nuklir. Ditambah dengan banyaknya bom bunuh diri, serta memanasnya suasana di daerah perbatasan Pakistan dan Afganistan pada akhir-akhir menjelang pemilu di Pakistan.
            Ternyata Musharraf tidak jenuh-jenuh juga membuat suatu manuver politik, untuk melanggengkan kekuasaannya. Ini dibuktikan dengan pristiwa sabtu kelabu bagi rakyat Pakistan, ketika Musharraf sebagai presiden dan juga Chief of Army (KSAD) mengumumkan keadaan darurat (emergency) bagi seluruh Rakyat Pakistan, dan mengganti ketua MA dan seluruh Hakim Tinggi di Pakistan, dan tidak cukup dengan itu dia juga menutup seluruh jaringan televisi-televisi swasta. Tentunya hal ini mengejutkan banyak kalangan dan para pembesar-pembesar Partai Politik.
            Manuver yang tidak popular ini juga pernah dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya seperti Ayub Khan dan juga Dziaul Haq yang membekukan konstitusi Negara Pakistan serta memberlakukan Martial Law. Apakah Musharraf tidak malu untuk melakukan kesalahan yang mencoreng konstitusi negaranya sendiri untuk ketiga kalinya? Tapi Musharaf begitu percaya diri  ketika mengumumkan kepada Rakyat Pakistan dan seluruh negara, khususnya Amerika, Eropa, dan negara-negara kesemakmuran, untuk tidak usah ikut campur urusan dalam negeri Pakistan, tanpa mengetahui keaadaan yang sebenarnya. Seakan-akan Musharraf ingin menegakkan hukum dan ingin membentuk pemilihan umum yang fair, tanpa ada campur tangan luar negeri.

Mengganti Mahkamah Agung Demi Lancarnya Kekuasaan

            Beberapa bulan yang lalu Musharraf melakukan kejutan dengan mengganti ketua Mahkamah Agung Iftikhar Muhammad Chaudry, dengan alasan yang dibuat oleh Musharraf dan kroninya, maka muncullah banyak perlawanan dari berbagai macam golongan khususnya para hakim dan pengacara dan didukung partai oposisi di Pakistan. Walaupun pada sidang pengadilan kasus ini dimenangi oleh Iftikhar Muhammad Chaudry yang kemudian mengembalikannya kembali kepada posisinya semula sebagai ketua Mahkamah Agung. Dan pada akhir keputasan hakim Musharraf mengucapkan selamat dan bangga akan tegaknya hukum di Pakistan.
            Namun, sekarang ini disaat hukum ditegakkan di Pakistan, dan akan mengumumkan serta menentukan pengesahkan jabatan Musharraf untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya. Musharraf lagi-lagi melakukan suatu manuver yang sangat licik, yaitu mengganti Hakim-hakim Agung, tentunya dengan membuat alasan-alasan yang tidak populer, salah satunya banyaknya intervensi Mahkamh Agung terhadap urusan politik, dan banyaknya membebaskan para militan. Kalaulah ini alasan Musharraf mengganti MA, bukankah dia sendiri yang selalu banyak ikut campur tangan terhadap proses pengadilan. Sedangkan pengadilan harus bebas dari ikut campur tangan pemerintah.
            Dengan menggantikan MA dengan hakim-hakim yang loyal terhadap Musharraf. Ini adalah sebuah jalan untuk mengantarkan dia kepada jabatan presiden untuk ketiga kalinya. Karena Musharraf akan disahkan menjadi presiden untuk ketiga kalinya kalau dia mau melepaskan jabatannya sebagai Chief of Army. Namun, dengan digantinya hakim-hakim tinggi yang lama bisa jadi Musharraf mengingkari janjinya kembali untuk melepaskan jabatannya sebagai Chief of Army, sebagaimana yang dia lakukan sebelumnya.

Emergency Law awal dari Martial Law

            Tindakan Musharraf mengumumkan keadaan darurat(Emergency) kepada seluruh Rakyat Pakistan adalah merupakan langkah awal diberlakukannya Martial Law. Dengan diumumkannya keadaan darurat ini serta dengan diberhentikannya Mahkamah Agung dan digantikan dengan yang baru, akan menyebakan banyaknya perlawanan dari para hakim, pengacara, jurnalis, partai oposisi dan juga masyarakat, dengan demikin bisa diperkirakan akan terjadinya kekacauan di Pakistan. Jika keadaan kacau disinilah Musharaf selaku presiden dan juga Chief of Army mengumumkan keadaan perang, dan akan menggunakan Martial Law sebagai alat untuk mempertahankan negara.
            Apakah sekarang ini sudah perlu untuk mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan Martial Law? Kalau seandainya Alasan Musharraf mengumumkan keadaan darurat ini dengan alasan terjadinya pengeboman dimana-mana, dan hampir di kota-kota besar di Pakistan, serta memanasnya suhu politik di daerah perbatasan Pakistan dan Afganistan. Apakah kasus ini  akan selesai dengan diberlakukannya keadaan darurat (Emergency). Tidakkah bisa semua hal ini diselesaikan dengan jalan diplomasi, pendekatan politik, dan lain sebagianya yang bisa memberikan solusi konkrit. Buktinya kasus Lal Masjid (masjid merah) Dengan dihancurkannya masjid merah ini oleh tentara Pakistan bukan menyelesaikan masalah, bahkan perlawanan muncul dimana-mana. Tidakkah Musharraf belajar dari kasus ini. Dan apakah Musharraf  tidak paham bahwa dengan tindakkannya ini bukan malah menegakkan demokrasi yang dicita-citakan Rakyat Pakistan, tapi menutup keran demokrasi bagi semua Rakyat Pakistan.
            Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengumuman keadaan darurat (Emergency) ditandatangani oleh Musharraf posisi dia sebagai Chief of Army( KSAD) bukan sebagai presiden. Karena dalam undang-undang Pakistan ayat 232 dan 32 menyebutkan; bahwa seorang presiden memiliki hak proregativ untuk mengumumkan keadaan darurat apabila adanya penyerangan dari pihak musuh, atau untuk menjaga dari serangan luar, atau keadaan dalam negeri dalam keadaan yang sangat berbahaya, maka akan diberlakukannya undang-undang darurat ini.
            Tapi keadaan Pakistan sekarang ini belum sampai pada keadaan yang tertuang dalam undang-undang itu, mayoritas masyarakat Pakistan masih dalam keadaan yang normal, jadi tidak perlunya diberlakukan keadaan darurat ini (emergency). Bahkan ada sebagian pemimpin politik Pakistan ini adalah sebuah mini Martial law, dan ada juga yang mengatakan ini adalah Martial law plus, Sebagai taktik Musharraf untuk melanggengkan jabatannya sebagai presiden Pakistan yang ketiga kalinya, dan juga sebagai Chief of  Army.






Selengkapnya...