Jumat, 15 Oktober 2010

Perdamaian Atas Dasar Tauhid


Akhir-akhir ini kekerasan, pembunuhan, bom bunuh diri dan tindak anarkhisme terhadap kelompok dan agama lain semakin kerap mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Mungkinkah aneka tindakan amoral tersebut merupakan buah yang harus dipetik dari khotbah-khotbah kebencian yang pernah disampaikan sejumlah pemimpin agama?
      Dari berbagai opini di media massa, mayoritas pemimpin dan tokoh agama dan masyarakat berjuang ekstra keras bagaimana mereka dapat membangun suatu perdamaian dan pertemuan antar agama-agama yang berbeda-beda secara otentik dengan mengedepankan universalitas ajaran agamanya tanpa menghilangkan keunikan dan kekhasan masing-masing agama. Melalui dialog antar agama, ataupun diskusi-diskusi.
      Namun ada saja pemimpin dari masing-masing agama, yang mencoba merusak perdamaian dan persahabatan yang sudah terjalin dengan membongkar lagi kejelekan, aib, konflik dan permusuhan antaragama yang terjadi pada masa ekspansi Muslim ke Eropa, Perang Salib dan sistem penyiaran agama yang dapat membuka kembali luka-luka agamis yang pernah terjadi. Bisa jadi kekerasan, pembunuhan dan aksi anarkhis terhadap kelompok lain merupakan buah dari pemberitaan yang keliru tentang ajaran agama.
      Sudah saatnya para pemimpin agama dan tokoh agama menyetop ajaran kebencian dan permusuhan terhadap agama lain pada umatnya. Dunia akan lebih layak dihuni bila para pemimpin agama dan tokoh agama membangun sikap pemaaf, persahabatan dan persaudaraan antar suku, agama, ras dan antargolongan.
      Pemaksaan terhadap keimanan akan menimbulkan dua dampak yang kedua-duanya buruk. Pertama, terjadi ketegangan antara pihak yang memaksa dengan pihak yang dipaksa. Kedua, akan muncul kemunafikan (hipokrasi). Seseorang yang beragama karena terpaksa pastilah menjadi orang yang tak ikhlas dan secara diam-diam membenci agama yang dianutnya.

 Dakwah  universal
        Sesungguhnya ajaran Islam yang diturunkan  Allah Subhanahu wa Ta’ala, melalui perantara Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa Sallam,  merupakan   peyempurna ajaran-ajaran sebelumnya, dan Allah menjadikan ajaran ini untuk semua manusia.  Allah Subhanahu wa Ta’ala meridhai Islam menjadi agama dan merupakan sebuah ajaran yang sempurna bagi manusia. Sebagaimana Allah berfirman dalam al-Qur’an:” Pada hari ini Telah kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku cukupkan kepadamu  nikmatKu, dan telah Ku ridhai  Islam itu menjadi Agama  bagimu.”(Al-Maidah: 3)
       Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, diutus ke muka bumi ini untuk semua manusia sebagai mana Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman:” Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada ummat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”( Saba’:28) dan ayat selanjutnya mengatakan “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” ( Al- Anbiya: 107), berbeda dengan Nabi-Nabi sebelumnya yang diutus oleh Allah hanya untuk kaum dan golongannya, hal ini  menunjukan bahwa Islam merupakan suatu ajaran yang universal.
        Adalah perjalanan dakwah Rasulullah  Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang menyerukan dakwah secara menyeluruh tanpa harus melihat golongan ataupun jabatan, warna kulit baik hitam maupun putih, atau kepada strata  seseorang baik kaya ataupun miskin. Namun, pada awalnya dakwah ini dilakukan secara tersembunyi, kemudian secara terang-terangan, dan setelah hijrah ke Madinah  beliau memulai dakwahnya dengan  mengirimkan delegasi  kepada para pemimpin dan raja- raja pada saat itu, seperti Hiraklius pemimpin Roma, Kisra pembesar Paris, serta Mukaukis penguasa Mesir dan juga Iskandariyah pada saat itu, dan banyak lagi yang dikirimkan  kepada raja- raja pada saat itu.
        Ini merupakan sebuah bukti bahwa Islam adalah agama  untuk semua manusia, sejak diperintahkannya hingga kini. Dengan ini kita bisa menjustifikasi bahwa  sesungguhnya hubungan antara Muslim dan nonMuslim pada awalnya sebuah perdamaian. Namun permusuhan dan perdamaian antara Muslim dan nonMuslim akan lebih jelas  setelah mengetahui sikap ummat dan juga negara pada saat itu terhadap agama Islam, antara menerima atau menolak ajaran agama ini. Apabila menerima dan juga tidak memerangi agama Islam maka perdamaianlah yang terjadi, tetapi apabila memerang agama ini hal  sebaliknya yang terjadi. Sebagaimana piagam Madinah, yaitu perjanjian antara kaum Muslim Madinah dengan Yahudi untuk  membangun komunikasi yang tidak monolitik tidak antar kita sendiri, tetapi lebih untuk membangun komunikasi antar lapisan masyarakat, juga mengembangkan kemampuan masyarakat untuk bermediasi, bernegoisasi, musyawarah dan kekeluargaan, yaitu tetap menjaga kepercayaan masing-masing, menjaga dari serangan musuh, tidak memaksa orang lain untuk mengikuti ajarannya, namun sayang orang Yahudi berkhianat maka peperanganlah yang terjadi. DR al- Ganimi berpendapat:” Sesungguhnya hubungan Negara Islam dengan negara lain yang bersebrangan dengannya tergantung bagaimana siyasat negara-negara Islam tersebut, dan itu adalah sesuatu yang wajar dalam perpolitikan antar negara, dan apabila  berjalan sesuai dengan kesepakatan  sebagaimana Allah berfirman dalam al- Qur’an:”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak juga mengusir kamu dari negrimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang–orang yang berlaku adil”( Al-Mumtahanah:8) .
      Bukankah kita selalu mengatakan bahwa pemaksaan adalah sesuatu yang berlawanan dengan keadilan untuk menerima agama. Sampai dalam peperangan tidak diperkenankan memaksa seseorang untuk memeluk agama Islam, karena sesungguhnya agama adalah persoalan individual yaitu :antara individu dan Tuhannya, kalau dia menerima ajaran agama Islam berarti dia telah mendapat petunjuk dan begitu sebaliknya.
        Sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Hasan Assyaibani:” kalau seandainya kaum muslimin berjumpa dengan kaum musyrikin dan mereka belum menyampaikan Islam kepada mereka, tidaklah mereka untuk memeranginya, sampai mereka menyerukannya kedalam Islam”. Begitu pula Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirm ”Dan kami tidak akan menga’azab sebelum kami mengutus seorang Rasul”( Al-Isra:1). Seandainya mereka mengetauhi sesungguhnya kita menyerukan kepada mereka untuk menerima ajaran Islam yang penuh dengan perdamaian sungguh mereka akan menerima ajaran ini tanpa harus adanya peperangan.
      Begitu pula apa yang dikatakan Allamah Abul Qasim al-Samnaani  al- Hanafi :” Dan hendaknya diserukan kepada mereka untuk masuk kedalam agama Islam dan diterangkan kemana mereka diserukan, serta terangkan syariat-syariat, dan kewajiban-kewajiban, dan hukum-hukumnya, apabila mereka masuk agama Islam maka jagalah dia dan juga hendakya dia untuk bergabung dalam negara Islam, dan apabila dia enggan untuk menerima ajaran ini maka hendaknya dia dianjurkan untuk membayar jizyah, dan apabila dia melaksanakannya maka peliharalah dia, dan apabila dia enggan membayar jizyah maka mohon tolonglah kepada Allah dan perangilah mereka atas nama Allah dan juga atas nama Agama  Rasulnya”
     
.Agama dialog
      Islam adalah agama yang  menganjurkan harmonisasi dan kerukunan, serta  membenci kekerasan dan kemunafikan. Tak ada jaminan yang lebih jelas untuk menghindari dua hal buruk ini kecuali ajakan Alquran kepada kita semua untuk menghormati keyakinan-keyakinan agama lain, anjuran mencari titik temu. Dalam Islam dialog bukan hanya merupakan sebuah kemuliaan namun ia merupakan suatu kewajiban. Maka, Allah menjadikan manusia  bersuku-suku, berbangsa-bangsa, dan  berbagai macam bahasa serta warna kulit sebagai tanda kekuasaanNya. Juga menjadikan perbedaan dalam cara hidup, kebudayaan, peradaban, adat istiadat, dan juga agama. Allah berfirman: “ untuk tiap-tiap ummat diantara kamu kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu ummat saja”( al-Maidah:48). Saling kenal-mengenal adalah tujuan dari sebuah kemajmukan, dan dialog merupakan jalan untuk saling mengenal antara manusia, maka dialog  merupakan suatu kewajiban Islam, hal ini telah tertuang dalam al-Qur’an.
       Islam dan orang-orang yang beriman mengakui keberadaan agama Yahudi, dan juga Nasrani sebagai agama samawi, atau sebagai ajaran dan  syariat Allah yang satu. Mempercayai semua Nabi, Rasul, dan kitab mereka sebagai sebuah wahyu yang diturunkan kepada Nabi mereka, serta mengakui syariat mereka  sebelum mengalami perubahan bagian dari syariat Islam. Namun bagaimanakah sikap nonMuslim terhadap Islam? mereka mengingkari keberadaan Islam, serta tidak mengakui dan tidak menerima Islam sebagai sebuah ajaran, dan tidak menganggap Islam sebagai agama samawi, bahkan  tidak menganggap Muhammad sebagai pembawa kebenaran, serta menuduhnya sebagai pembawa ajaran sesat, dan tidak menganggap Al-Qur’an sebagai wahyu samawi (  Muhammad Imarah, fi fiqhi al-muwajahah baina al-garb wa al-Islam :156)
      Dalam hal ini, harapan penjaga nilai-nilai toleransi ada di pundak kita sebagai ummat Islam dan aparatur negara sebagai  pengontrol berjalannya mekanisme hukum atau rule of law. Aparat negara harus ingat bahwa dalam konstitusi kita, setiap warganegara punya hak kebebasan dalam beragama, dan negara menjamin kebebasan setiap warganya untuk memeluk agama masing-masing. Karena itu, tugas mengawal proses-proses toleransi yang pertama-tama adalah ditangan kita dan negara.  Law enforcement yang melindungi setiap warganegara untuk menjalankan kebebasannya dalam beragama, tetap ada di pundak aparatur negara. Tapi faktanya, ketika warganegara tidak diberi jaminan perlindungan oleh aparat negara, secara naluriah masyarakat akan mencari safety need, keinginan untuk aman masing-masing, dalam bentuk-bentuk lain  bisa datang dari premanisme.
      Jadi, kehendak untuk mencari safety need itu harus dibayar mahal sekali, akibat tidak adanya perlindungan negara atas hak-hak individu sebagai warganegara. Saya kira, argumen tekstual dari Islam sudah sangat jelas. Kitab suci Alquran telah menyatakan larangan mengganggu rumah ibadah-rumah ibadah agama lain, di mana asma-asma Tuhan disebut. Bahkan dalam Alquran, Allah secara jelas menyatakan: “Kalau Aku ingin menjadikan kalian satu umat saja, Aku tentu bisa. Tapi kalian memang Aku biarkan beragam agar saling berkompetisi secara sehat.” Jadi kita berbeda dalam rangka fastabiqul khairt, berlomba-lomba dalam kebajikan.
      Terkait soal di atas, ada contoh menarik ketika Umar membebaskan Palestina. Ketika itu, beberapa sahabat ingin sekali menyelenggarakan salat di sebuah gereja. Tapi Umar mengatakan: “Jangan! Kalau orang Islam diizinkan salat di sana, lambat laun mereka akan mengambil-alih gereja tersebut.” Itulah bentuk perlindungan Islam terhadap minoritas. Saya kira, hikmah yang dapat dijumpai dalam berbagai khazanah Islam itu harus disegarkan dan ditumbuhkan kembali.
      Berkaca dari kisah di atas, dengan alasan apapun, setiap kelompok keagamaan tidak boleh menghancurkan rumah ibadah-rumah ibadah kelompok lain. Tapi di sisi lain, setiap kelompok keagamaan juga harus memiliki kepantasan etis dalam bermasyarakat. Setiap orang atau kelompok harus memiliki rasa tahu diri. Untuk sesuatu yang sifatnya etis, memang diperlukan kerukunan, titik temu, dan dialog antar tokoh-tokoh agama.
       Namun, kekerasan atas nama agama yang beberapa tahun terakhir merebak di negeri ini, sejatinya tetap saja tidak dapat dibenarkan dengan dalih apapun. Agama, dan Islam khususnya, pada hakikatnya harus tetap ditegakkan sebagai rahmat bagi semesta alam, bukan laknat bagi kehidupan. Tantangan kita saat ini dan ke depan: mampukah kita mewujudkan peradaban dunia atas landasan rahmah dan perdamaian?
      Ada bagian yang saling mengikat antara seluruh umat Islam. Baik dalam sejarah, kemaslahatan dan masa depan mereka. Juga masalah aqidah dan agama mereka. Keterkaitan ini lebih mengikat ketimbang keterikatan negara. Jika ada sebagian orang yang mengatakan bahwa persatuan undang-undang dalam suatu negara merupakan persatuan yang paling tinggi. Maka di atasnya adalah kesatuan aqidah. Dan Umat Islam jelas memiliki kesatuan undang-undang karena syariat Islam adalah satu, aqidahnya satu dan ajarannya universal untuk ummat semesta alam. Wallahu ‘alam Bishawab.

Selengkapnya...

Kebudayaan Iman dan Tauhid


Sesungguhnya kelebihan  yang  yang dimiliki  Islam  adalah karena  dasar pertamanya berdiri di atas keimanan dan ketauhidan, yang berarti dia muncul dari dasar aqidah  yang bersandarkan pada jalan Allah, yaitu merupakan sebuah wahyu yang turun dari langit. Dengan inilah kebudayaan Islam dianggap sebagai salah satu dasar dari ilmu pengetahuan, serta memilki kelebihan dari berbagai macam bentuk pengetahuan yang lain, berdasarkan pada dasar ini  tersebarlah kebudayaan Islam dengan berbagai macam bentuknya dan merupakan sebuah gambaran dan juga sebuah identitas dari sebuah pertemuan  antara langit  dan bumi. Walaupun di sana masih memiliki banyak kekurangan ataupun penyimpangan baik yang disengaja ataupun yang tidak disengaja  ataupun yang  jauh dari jalannya yang asli sebagai sebuah gambaran dan perwujudan  dari sebuah kebudayaan yang beradasarkan pada wahyu Ilahi.
 Dari sanalah diharuskan untuk bekerja  dalam suatu kerangka yang diatur dan   dibatasi oleh aqidah,  dan bukan yang keluar dari  aturan ini.  Keharusan ini dianggap sebagai suatu  pijakan akhlak dalam suatu aktifitas kebudayaan dan juga dalam suatu kerangka interaksi  dengan nilai–nilainya, dia juga digambarkan  sebagai pelaksanaan dari nilai–nilai ini untuk mencapai tujuan keimanan yang tinggi bagi manusia, bukan menjadikan suatu tujuan yang terbatas  pada kebudayaan Islam itu sendiri.
             Kebudayaan yang berdasar pada iman ini mencakup pada semua segi kehidupan  sebagaimana kegiatan keislaman itu beredar pada tauhid, serta membatasi setiap kegiatan  individu dalam kehidupan kaum muslimin baik dalam keilmuan ataupun prilaku  kebersamaan itu mencerminkan sebuah kegiatan kebersamaan yang didasari oleh hati yang selalu memberi, meminta dan mendapatkan.
 Dengan tauhid yang bersumber pada bukti bahwa tiada tuhan selain Allah, merupakan pusat dan tujuan mulai dari awal zaman dan akan berlanjut pada zaman berikutnya dan juga sebagai tempat  kreatifitas kebudayaan sehingga  terbentuk  suatu kegiatan yang berdasarkan keyakinan pada  Allah yang Maha Esa. Bahkan dipengaruhi  dengan kalimat Allah  yang mana kaum muslim menjadikannya sebagai suatu petunjuk bekerja dan berbuat serta berkiblat kepadanya dalam setiap kreatifitas dan kegiatan.
             Semoga ciri khusus yang membedakan antara  kebudayaan Islam dengan kebudayaan lainnya, baik dari segi Agama ataupun  pembentukannya. Sesunggguhnya kita disini kembali pada ambang  akar ataupun dasar kebenaran yang besar dan pada derajat kemajuan yang sangat tinggi. Pada hakikatnya kebudayaan Islam mampu memberikan kepada manusia jalan untuk mengembalikan dirinya sebagai  khalifah Allah semata di muka bumi ini, serta membangun dan mengembangkan segala isi dunia ini hanya untukNya, baik dalam bidang sejarah, geography, sosial, antropology, kedokteran,   arsitektur, yang semuanya digambarkan sebagai suatu ketauhidan pada dirinya, serta  dalam bidang kimia, dirgantara dan juga dalam kesastraan yang jelas didasari pada tauhid, sebagai mana  yang tersebut di atas tidak nampak pada kebudayaan yang lain.
Tauhid telah memberikan bukti kepada kreatifitas kebudayaan kita, melalui sejarah serta ditegaskan melalui contoh para tokoh-tokoh yang terkenal, dan dijelaskan bagian-bagian serta perbedaannya  dalam sebuah rangkaian yang mengarah pada suatu tujuan dan berdasar pada satu sumber, hal ini bisa diibaratkan dengan hasil tenunan yang bersumber  hanya dari tangan seorang penenun. Dan tujuan dijadikannya ketauhidan pada diri kaum muslimin adalah agar mereka bertanggung jawab atas kekuasaan Allah yang dititipkan kepada kaum muslimins serta berusaha untuk mengembangkannya pada tingkat yang lebih sempurna dan sesuai dengan tujuan yang dikehendaki Allah.Tauhid merupakan sebagai pendorong untuk menambah pemberian serta sebagai sebuah usaha untuk menyatukan pemberian ini .
             Dengan ketauhidan ini berkembanglah alam yang merupakan  ciri dari ciptaan Allah SWT, dan  membersihkan kehidupan kaum muslim dari berbagai macam khurafat dan juga berhala yang mana hal ini masih menjadi pegangan para pemeluk ajaran  selain ajaran Allah. Dan ketauhidan memberikan kebebasan kepada kaum muslimin untuk mencari suatu hal yang terpendam ataupun tersembunyi, serta menjadikan penemuan hal yang baru dan yang tersembunyi ini sebagai suatu perbuatan  yang mulia atas ciptaanNya.      Dari sanalah ketauhidan menjadi pendorong untuk menemukan sebuah pengetahuan yang baru dan  menjadikannya sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bahkan ketauhidan  selalu menjadi sebuah benteng yang menjaga sebuah  interaksi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang lainnya. Oleh sebab itu  janganlah kita mengambil dari kebudayaan mereka  kecuali apa yang terkandung dalam ketauhidan  dan juga jangan kita meneruskan suatu hubungan dengan kebudayaaan lain kecuali memiliki hubungan dengan kebadayaan Islam. Dan pada hal ini juga ketauhidan memberikan peluang kepada kebudayaan Islam untuk mempertegas identitas diri dari kebudayaan yang lain.
            Singkat kata sesungguhnya kebudayaan Islam adalah sesuatu yang mengikat antara satu bagian dengan bagian yang lainnya, dan dialah yang telah membentuk dan membersihkannya dari setiap hal yang mengotori dan menodainya. Dan ketauhidan adalah sebuah bukti keimanan  bahwasanya tiada Tuhan selain Allah, serta merupakan sebuah bukti yang  memiliki arti yang sangat mendalam. Kebudayaan Islam dan tujuannya biasa diungkapkan dengan suatu kata sebagai hal kecil namun memiliki peranan yang sangat besar  serta meberikan banyak  petunjuk. Sesungguhnya dalam kata tiada Tuhan selain Allah adalah sebuah tanda ketauhidan yang sangat mendalam  apalagi yang berkaitan dengan kebudayaan Islam.
Selengkapnya...

Ketika


Pernakah anda melihat betapa indahnya negara kita ketika “hukum” diteggakkan, di mana hukum bukan hanya berlaku bagi rakyat kecil saja tetapi sampai pada kalangan konglomerat dan pejabat? Film yang kini sedang tayang,” Ketika” mungkin dapat memberikan gambaran. Film garapan  bang Deddy mizwar, sutradara dan juga seoarang aktor senior yang sukses menggarap, “Kiamat sudah dekat” itu, menggambarkan bagaimana KKN terjadi antara para pejabat dan para konglomerat. Namun, ketika hukum diteggakkan di negeri ini tanpa adanya diskriminasi siapapun dia, pejabatkah ? konglomeratkah? Rakyat kecil? Tua ataupun anak-anak? maka, kita akan melihat  seorang konglomerat jatuh miskin, seorang anak konglomerat menanyakan kepada salah seorang pembantunya “ Bagaimana rasanya miskin?”. Dan juga kita akan melihat bagaimana anak konglomerat mengatakan “ Bahwa anak orang kaya tidak pernah mendapatkan cinta yang tulus!” buktinya ketika dia kaya selalu banyak yang mendekati namun, ketika jatuh miskin semuanya menjauhi, itulah salah satu ucapan sinis dari Tiara putri dari Tajir Saldono sang konglomerat dalam film” Ketika”.
Dalam film itu menceritakan pula bagaimana seorang konglomerat yang tidak memiliki apa-apa kemudian karena kedekatannya dengan para pejabat, setingkat menteri, bahkan Presiden sekalipun, dia menjadi konglomerat yang kaya raya dan memiliki beberpa perusahaan dan anak perusahaan. Namun, hal ini tinggallah impian ketika law enforcement atau penegakkan hukum di negara kita ini berjalan, sehingga setiap warga negara mendapatkan haknya. Maka, sang konglomerat yang notabene dekat dengan para pejabat jatuh bangkrut, dan harus menjalani hukuman atas perbuatannya. Bahkan,   negara menyita seluruh hak milik para konglomerat untuk kepentingan rakyak.
Begitulah sekelumit gambaran film, “Ketika”.  Namun hal ini bisa menjadi kenyataan ketika hukum ditegakkan kalau tidak!, itu hanya merupakan isapan jempol dan hayalan belaka. Reformasi hukum bukan hanya dilakukan untuk para pejabat–pejabat kelas atas saja, dia harus dilakukan sampai keakar-akarnya, baik dari hakim, jaksa, pengacara atau para advokat, dan sistemnya. Karena kalau tidak demikian, mungkin benar  apa yang dituduhkan kepada jaksa Agung “Abdurrahman sholeh”, yang dikatakan oleh salah seoarang anggota dewan sebagai “ustadz di kandang para maling”.
Kalau kita melihat fakta di lapangan memang hal demikian terjadi di negara kita, masih banyak para konglomerat yang melakukan kejahatan hukum, namun masih tetap bergentayangan bagaikan tak memiliki dosa apa-apa, ataupun dijerat hukum sehingga masuk buih. Kenyataannya selepas dari buih mereka masih tetap kaya raya, karena hanya jasad mereka saja yang dihukum namun, harta yang mereka curi tidak disita. Memang,  saat ini pemerintah Indonesia sedang menggalakkan penegakkan hukum(law enforcement) namun hasilnya belum maksimal, karena masih adanya KKN antara  para pejabat dan juga para konglomerat.
Maka, tidak heran ketika kepala kepolisian diganti dari Dai’ Bakhtiar ke   Sutanto, banyak gebrakan baru yang dilakukan oleh pihak kepolisian, baik pemberantasan judi, obat-obat terlarang, namun, sayang hal ini hanya sebatas untuk para pelaku kelas bawah. Buktinya, ketika ada wawancara antara seorang pengecer judi togel di salah satu televisi swasta. dia mengatakan “bahwa mereka sering ditangkap tapi ketika bosnya menebusnya mereka dibebaskan kembali”. Hal ini menggambarkan bahwa masih adanya KKN antara pelaku kejahatan itu sendiri dengan para pejabat. Maka, bisa dibenarkan pendapat   Donald Black (dalam The Behavior of Law, 1976) Even the smallest degree of intimacy, such as eye contact with jurors, strengthens a case (bahkan kadar keintiman yang paling kecil, seperti kontak mata dengan para anggota dewan juri akan memperkuat suatu kasus.
Di era tahun 1970-an, seorang pakar hukum Amerika Serikat, David Trubek, meneriakkan satu pertanyaan yang bernada kekecewaan terhadap "krisis hukum" di negaranya. "Apakah hukum sudah mati?" Tentu saja hal demikian banyak dirasakan oleh sebagian besar masyarakat indonesia yang merasa kecewa atas peneggakkan hukum di negara kita ini, yang mereka rasakan adalah hukum hanya milik orang-orang kelas bawah, sedangkan bagi para pejabat dan juga konglomerat hukum  itu tidak berlaku.
Selama ini memang kita merasakan bahwa keadilan hanya milik mereka yang beruang atau golongan the have, sedangkan bagi mereka yang tidak memiliki kekuasaan dan bahkan tergolong dalam taraf level bawah selalu menjadi korban dari hukum itu tersebut. Maka, wajarlah timbulnya sikap anarki yang dilakukan oleh sebagian masyarakat yang merasa tidak diberlakukan dengan adil, sehingga timbulnya pengadilan jalanan atau pengadilan rakyat, seperti pembakaran, pembunuhan, atau pemukulan para tersangka langsung ditempat kejadian perkara, tanpa harus membawanya ke pihak yang berwenang, hal itu timbul karena sikap ketidakpercayaan kepada pihak yang berwajib, yang cenderung membela mereka yang ber-uang.
Kita akhirnya bertanya, sebenarnya hukum itu untuk apa? Tentu saja hukum bukan untuk hukum, melainkan untuk masyarakat. Dan patut disadari keberadaan hukum itu salah satunya adalah untuk mewujudkan rasa keadilan. Dan hubungan antara hukum dan hati nurani atau moralitas, merupakan hubungan yang abadi. Memang benar bahwa dengan hati nurani saja tidak mungkin menyelesaikan kasus hukum. Tentu saja dibutuhkan aturan hukum dan proses hukum tertentu. Namun demikian, aturan hukum dan proses hukum tidak boleh mengabaikan rasa keadilan warga masyarakat, yang merupakan benih yang menyebabkan lahirnya hukum itu sendiri, tidak ada sesuatu di alam ini yang lahir tanpa tujuan tertentu.
Mafia peradilan masih banyak berkeliaran di mana-mana, seorang mau membayar jutaan rupiah bahkan ratusan juta rupiah untuk para pengacara, hakim dan jaksa dengan syarat kasusnya harus diselesaikan tanpa adanya hukuman yang berarti. Mungkin kita banyak menyaksikan fenomena dalam negara kita, bagaimana seorang yang benar-benar bersalah dihadapan hukum dan juga menurut masyarakat, toh akhirnya divonis bebas oleh pengadilan. Atau juga mereka yang divonis bersalah oleh pengadilan namun hukumannya tidak sesuai dengan kejahatannya. Tidak demikian dengan pencuri ayam yang mati dipukuli masyarakat!.
Di Amerika Serikat untuk mewujudkan agar vonis hakim secara optimal benar-benar sesuai dengan rasa keadilan masyarakat luas, pengadilan beberapa negara bagian disana  mulai mempraktikkan penggunaan alat bukti yang dinamakan pool evidence, yaitu pembuktian dengan menggunakan jajak pendapat di kalangan masyarakatnya, dalam kasus-kasus besar. Sehingga hal ini bisa mempengaruhi keputusan hakim, walau sebenarnya hal demikian tidak seharusnya dilakukan karena seorang hakim adalah bebas untuk memutuskan perkara sesuai dengan kepastian hukum yang ada dan juga melihat rasa keadilan, namun hal itu muncul karena timbulnya rasa ketidak percayaan terhadap para hakim.
Mungkin kita perlu mengingat imbauan tokoh hukum yang sangat terkenal di dunia hukum, Roscoe Pound, yang mengajak para pengacara untuk: let us not become legal monks (Marilah untuk tidak menjadi "pendeta-pendeta" hukum), yang maksudnya marilah meninggalkan cara berpikir yang terlalu dogmatis, yaitu sesuai dengan kepastian hukum saja tanpa harus melihat rasa keadilan bagi masyarakat. Seorang pengacara senior Amerika Serikat, Mark H McCormick menulis suatu buku yang berjudul The Terrible Truth about Lawyers. Salah satu yang menarik dari buku itu adalah pernyataan bahwa fakultas hukum bukanlah sesuatu yang dibutuhkan oleh seorang pengacara, dan di pihak lain, bahwa orang tidak membutuhkan fakultas-fakultas hukum untuk berpikir sebagaimana cara berpikirnya seorang pengacara.
Yang paling menarik dari uraian Mark H McCormick itu adalah bahwa, sangat sulit para pengacara untuk mengakui kapan mereka melakukan suatu kesalahan atau kapan mereka sekadar tidak tahu tentang sesuatu. Yang dianggap dosa tertinggi oleh pengacara hanyalah kehilangan kata-kata untuk permainan pasal-pasal undang-undang, secara optimal berusaha meyakinkan pengadilan dan publik tentang ketidaksalahan klien mereka. Richard S Posner dalam bukunya The Problem of Jurisprudence memperkuat dalil tersebut dengan mempertanyakan where will judges look for guidance once they have achieved independence from rank political interference
Ada 3 aspek pendekatan untuk membangun suatu sistem hukum dalam rangka modernisasi dan pembaharuan hukum, yaitu segi struktur (structure), subatansi (subastance) dan budaya hukum (legal culture) yang kesemuanya layak berjalan secara integral, simultan dan paralel.
Pertama, dari sisi structure (struktur) yang meliputi perbaikan segala kelembagaan atau organ-organ yang menyelenggarakan peradilan, sehingga terdapat minimalisasi terjadinya KKN. Birokrasi struktur peradilan menimbulkan mafia peradilan yang telah menjadi polemik peralihan milenium yang selalu tidak terpecahkan. Fungsi pengawasan peradilan terhadap para advokat ataupun administrasi legalitas advokat.
Kedua, substance menyangkut pembaharuan terhadap berbagai perangkat ketentuan normatif, pola dan kehendak perilaku masyarakat yang ada dalam sistem hukum tersebut. Pada era reformasi ini, pembaharuan terhadap substansi hukum mengarah kepada pendekatan kemasyarakatan, bukan lagi pada sisi legalistik formalis. Berlakunya ketentuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih & Bebas Dari KKN maupun UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 35 Tahun 1999 tentang Pembaharuan Kekuasaan Kehakiman, kesemuanya merupakan perangkat normatif yang akomodatif dan berorientasi pada pendekatan masyarakat dengan menghindari semaksimal mungkin segala bentuk intervensi kekuasaan eksekutif terhadap yudikatif. Terlepas adanya sikap pro-kontra, dalam proses peradilan.
Namun, pada kenyataannya masih banyak kita temukan fenomena sebelum proses peradilan, kekuasaan masih menempatkan hukum sebagai komoditas politik, bahkan dijadikan kendaraan politik kekuasaan.  justru mencerminkan merebaknya pendekatan intervensi politik terhadap kemandirian hukum. Eliminasi terhadap prinsip kepastian hukum dan proses beracara yang baik merupakan identifikasi bahwa hukum hanyalah sebagai roda bergulirnya kekuasaan politik.
Ketiga, legal culture (budaya hukum) merupakan aspek signifikan yang melihat bagaimana masyarakat menganggap ketentuan sebagai civic-minded sehingga masyarakat akan selalu taat dan sadar pentingnya hukum sebagai suatu regulasi umum. Budaya hukum ini berkaitan erat dengan soal etika dan moral masyarakat dalam mensikapi KKN. Masalah rendahnya moral dan budaya hukum inilah yang sangat penting dalam pembangunan hukum Indonesia, dan sangat mengganggu struktur dan substansi dari sistem hukum secara keseluruhan
Dengan nuansa positivisme hukum yang lebih kental, Thomas Hobbes menyatakan, "Perjanjian tanpa pedang hanyalah kata-kata kosong" Menurut Hobbes, harus ada penguasa yang kuat untuk bisa memaksakan hukum. Hukum kodrat tidak mempunyai kekuatan dan tidak menuntut kewajiban sehingga membiarkan individu dalam keadaan perang satu melawan yang lain
Tetapi tidak jarang, hukum yang semestinya sebagai instrumen justru menjadi tujuan itu sendiri. Banyak orang yang terpancing untuk berhenti pada hukum, melupakan tujuan (keadilan) yang hendaknya dicapai melalui sarana ini. Diskursus yang berkembang, seakan-akan tidak beranjak dari persoalan tafsir mengenai kepastian hukum. Dalam kehidupan hukum di negara kita, pada saat ini, wacana tersebut sering berlarut-larut, sehingga terkesan bahwa hukum itu sekadar permainan logika dan kata-kata atas tafsir aturan hukum yang berlaku.
Tak dapat disangkal, untuk mewujudkan keadilan diperlukan adanya kepastian hukum. Ketentuan hukum positif yang berubah-ubah jelas membuat keadilan semakin jauh dari jangkauan, bahkan dapat menimbulkan anarki dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi, apabila terlalu berat berpijak secara berlebih-lebihan pada kepastian hukum akan menimbulkan perlakuan bahwa manusia untuk hukum, bukan hukum untuk manusia. Apabila aturan hukum sudah mengatur sedemikian rupa mengenai sesuatu maka tidak ada pilihan lain kecuali harus tunduk, sekalipun rakyat dan negara harus dirugikan.
Penegakan hukum bergerak di antara dua kutub, yaitu keadilan dan kepastian hukum. Ada yang lebih menekankan kepada aspek keadilan, sebaliknya ada yang menitikberatkan kepada kepastian hukum. Yang ideal adalah bagaimana bisa menciptakan keadilan yang berkepastian hukum atau mewujudkan kepastian hukum yang mempunyai bobot keadilan. Namun, itu tidak mudah.
Ketika kepastian hukum yang menciptakan keadilan telah tewujud di negara kita ini, mungkin gambaran film ,Ketika, yang disutradarai bang Deddy mizwar serta dibantu oleh aktor-aktor senior seperti Rano Karno, Didi Petet dan Lydia Kandou. Menjadi kenyataan. Kita selalu berharap agar hal demikian bisa membangun watak   negeri ini yang notabene Negara Hukum.
Wallahu A’lam Bishawab.

Selengkapnya...

Musharraf vs Martial Law


Dalam sebuah Newsweek di New York mengabarkan bahwa negara yang paling berbahaya di dunia bukanlah Irak, melainkan Pakistan. Ini dibuktikan bagaimana Pakistan merupakan surga yang aman untuk Taliban dan juga para terroris, dan Pakistan juga merupakan negara yang memiliki nuklir. Ditambah dengan banyaknya bom bunuh diri, serta memanasnya suasana di daerah perbatasan Pakistan dan Afganistan pada akhir-akhir menjelang pemilu di Pakistan.
            Ternyata Musharraf tidak jenuh-jenuh juga membuat suatu manuver politik, untuk melanggengkan kekuasaannya. Ini dibuktikan dengan pristiwa sabtu kelabu bagi rakyat Pakistan, ketika Musharraf sebagai presiden dan juga Chief of Army (KSAD) mengumumkan keadaan darurat (emergency) bagi seluruh Rakyat Pakistan, dan mengganti ketua MA dan seluruh Hakim Tinggi di Pakistan, dan tidak cukup dengan itu dia juga menutup seluruh jaringan televisi-televisi swasta. Tentunya hal ini mengejutkan banyak kalangan dan para pembesar-pembesar Partai Politik.
            Manuver yang tidak popular ini juga pernah dilakukan oleh pendahulu-pendahulunya seperti Ayub Khan dan juga Dziaul Haq yang membekukan konstitusi Negara Pakistan serta memberlakukan Martial Law. Apakah Musharraf tidak malu untuk melakukan kesalahan yang mencoreng konstitusi negaranya sendiri untuk ketiga kalinya? Tapi Musharaf begitu percaya diri  ketika mengumumkan kepada Rakyat Pakistan dan seluruh negara, khususnya Amerika, Eropa, dan negara-negara kesemakmuran, untuk tidak usah ikut campur urusan dalam negeri Pakistan, tanpa mengetahui keaadaan yang sebenarnya. Seakan-akan Musharraf ingin menegakkan hukum dan ingin membentuk pemilihan umum yang fair, tanpa ada campur tangan luar negeri.

Mengganti Mahkamah Agung Demi Lancarnya Kekuasaan

            Beberapa bulan yang lalu Musharraf melakukan kejutan dengan mengganti ketua Mahkamah Agung Iftikhar Muhammad Chaudry, dengan alasan yang dibuat oleh Musharraf dan kroninya, maka muncullah banyak perlawanan dari berbagai macam golongan khususnya para hakim dan pengacara dan didukung partai oposisi di Pakistan. Walaupun pada sidang pengadilan kasus ini dimenangi oleh Iftikhar Muhammad Chaudry yang kemudian mengembalikannya kembali kepada posisinya semula sebagai ketua Mahkamah Agung. Dan pada akhir keputasan hakim Musharraf mengucapkan selamat dan bangga akan tegaknya hukum di Pakistan.
            Namun, sekarang ini disaat hukum ditegakkan di Pakistan, dan akan mengumumkan serta menentukan pengesahkan jabatan Musharraf untuk menjadi presiden yang ketiga kalinya. Musharraf lagi-lagi melakukan suatu manuver yang sangat licik, yaitu mengganti Hakim-hakim Agung, tentunya dengan membuat alasan-alasan yang tidak populer, salah satunya banyaknya intervensi Mahkamh Agung terhadap urusan politik, dan banyaknya membebaskan para militan. Kalaulah ini alasan Musharraf mengganti MA, bukankah dia sendiri yang selalu banyak ikut campur tangan terhadap proses pengadilan. Sedangkan pengadilan harus bebas dari ikut campur tangan pemerintah.
            Dengan menggantikan MA dengan hakim-hakim yang loyal terhadap Musharraf. Ini adalah sebuah jalan untuk mengantarkan dia kepada jabatan presiden untuk ketiga kalinya. Karena Musharraf akan disahkan menjadi presiden untuk ketiga kalinya kalau dia mau melepaskan jabatannya sebagai Chief of Army. Namun, dengan digantinya hakim-hakim tinggi yang lama bisa jadi Musharraf mengingkari janjinya kembali untuk melepaskan jabatannya sebagai Chief of Army, sebagaimana yang dia lakukan sebelumnya.

Emergency Law awal dari Martial Law

            Tindakan Musharraf mengumumkan keadaan darurat(Emergency) kepada seluruh Rakyat Pakistan adalah merupakan langkah awal diberlakukannya Martial Law. Dengan diumumkannya keadaan darurat ini serta dengan diberhentikannya Mahkamah Agung dan digantikan dengan yang baru, akan menyebakan banyaknya perlawanan dari para hakim, pengacara, jurnalis, partai oposisi dan juga masyarakat, dengan demikin bisa diperkirakan akan terjadinya kekacauan di Pakistan. Jika keadaan kacau disinilah Musharaf selaku presiden dan juga Chief of Army mengumumkan keadaan perang, dan akan menggunakan Martial Law sebagai alat untuk mempertahankan negara.
            Apakah sekarang ini sudah perlu untuk mengumumkan keadaan darurat dan memberlakukan Martial Law? Kalau seandainya Alasan Musharraf mengumumkan keadaan darurat ini dengan alasan terjadinya pengeboman dimana-mana, dan hampir di kota-kota besar di Pakistan, serta memanasnya suhu politik di daerah perbatasan Pakistan dan Afganistan. Apakah kasus ini  akan selesai dengan diberlakukannya keadaan darurat (Emergency). Tidakkah bisa semua hal ini diselesaikan dengan jalan diplomasi, pendekatan politik, dan lain sebagianya yang bisa memberikan solusi konkrit. Buktinya kasus Lal Masjid (masjid merah) Dengan dihancurkannya masjid merah ini oleh tentara Pakistan bukan menyelesaikan masalah, bahkan perlawanan muncul dimana-mana. Tidakkah Musharraf belajar dari kasus ini. Dan apakah Musharraf  tidak paham bahwa dengan tindakkannya ini bukan malah menegakkan demokrasi yang dicita-citakan Rakyat Pakistan, tapi menutup keran demokrasi bagi semua Rakyat Pakistan.
            Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa pengumuman keadaan darurat (Emergency) ditandatangani oleh Musharraf posisi dia sebagai Chief of Army( KSAD) bukan sebagai presiden. Karena dalam undang-undang Pakistan ayat 232 dan 32 menyebutkan; bahwa seorang presiden memiliki hak proregativ untuk mengumumkan keadaan darurat apabila adanya penyerangan dari pihak musuh, atau untuk menjaga dari serangan luar, atau keadaan dalam negeri dalam keadaan yang sangat berbahaya, maka akan diberlakukannya undang-undang darurat ini.
            Tapi keadaan Pakistan sekarang ini belum sampai pada keadaan yang tertuang dalam undang-undang itu, mayoritas masyarakat Pakistan masih dalam keadaan yang normal, jadi tidak perlunya diberlakukan keadaan darurat ini (emergency). Bahkan ada sebagian pemimpin politik Pakistan ini adalah sebuah mini Martial law, dan ada juga yang mengatakan ini adalah Martial law plus, Sebagai taktik Musharraf untuk melanggengkan jabatannya sebagai presiden Pakistan yang ketiga kalinya, dan juga sebagai Chief of  Army.






Selengkapnya...

Nenek dan Silverqueen


Ceritanya ada tiga mahasiswi yang sedang liburan musim panas, sebut aja si divi fakultas Ekonomi, Siti fakultas sastra inggris dan si Desi fakultas pendidikan.
Mereka berjanji akan jalan bareng-bareng ke jakarta, ya…sambil ngurus tiket kembali ke negara dimana mereka belajar. Tiba di jakarta mereka punya rencana ingin silaturrahim ke salah satu rumah pegawai Indonesia yang bekerja disalah satu perusahaan asing di luar negri. Maka berangkatlah mereka bertiga ke rumah salah satu pegawai itu, dalam perjalanan mereka  merasa agak jenuh dengan macetnya kota Jakarta. Namun, salah satu dari mereka punya inisiatif untuk mengurangi rasa jenuh, mereka  mengusulkan untuk bikin teka-teki.
Divi: Dari pada kita iseng kan lebih baik kita tebak-tebakan, yaa….lumayanlah untuk ngurangi rasa jenuh.
Siti : wah…boleh juga idemu Vi..ujar si Siti yang menanggapi ide si Divi
Desi: whatever deh….aku ikut aja
Divi: gini ya…aku dulu yang kasih tebakan!  Mengapa Indonesia tidak diproklamasikan pada tanggal 1 Januari 1945?
Siti: ya….itu sih gampang anak kecil aja juga tau, yang lain donk?
Divi: yee……jawab dulu donk!
Desi:  karena kita merdeka tanggal 17 Agustus 1945.
Divi : yee…..salah tau..! yang bener kalau di proklamasikan tanggal 1 Januari 1945, nanti burung Garuda hanya punya satu bulu sayap, dan satu bulu ekor.
Siti: uuhhhhh  dazzarrr……
Siti : sekarang aku yang kasih tebakan, Olahraga apa yang paling berat?
Devi: yaa... tentu angkat besi donk!
Siti: Salah... yang benar adalah olahraga catur, karena pemainnya harus ngangkat kuda, harus menggeser benteng dan menyingkirkan raja.
Desi: huuu.....sekarang giliran aku nih yang kasih tebakan, Mengapa kota Jakarta panas banget?
Siti: yaa...itumah karena banyaknya jumlah kendaraan di Jakarta.
Desi: Bukan tau...!, yang bener karena Matahari buka cabang di seluruh pelosok Jakarta.
Tak terasa,  ternyata dah sampai pada tujuan mereka, yaitu dirumah salah satu pegawai itu. Kebetulan sang pegawai tidak  lagi  ada dirumah karena masih tugas di luar negri, ya….yang ada dirumahnya Cuma ibunya  seorang diri.
Siti: assalamu'alaikum
Nenek: Wa'alaikum salam
Divi permisi bu! Apa benar ini rumah pa Heri
Nenek: ya..betul!  Oh adik-adik yang kuliah diluar negeri itu ya? Ujar si nenek
Tanpa basa-basi si nenek langsung mempersilahkan tiga mahasiswi itu kedalam rumah, maklum karena mereka pernah kenal nenek itu ketika beliau  mengunjungi anaknya yang sedang tugas di luar negri.
Siti: apa kabar nek?
Nenek: alhamdulilah baik- baik aja dek...! Lalu si nenek kembali bertanya bagaimana juga dengan kalian?
Desi: alhamdulillah baik2 juga nek!
Nenek: sebentar ya…dek, nenek mau kebelakang sebentar!
Salah satu diantara mereka bilang ke nenek, jangan repot-repot nek....! alaah biasa aja ko ga repot-repot banget, jawab si nenek.
Tak lama kemudian si nenek membawa tiga gelas minuman segar dan satu toples kacang mente.
Nenek: silahkan dicicipi dek…..! ujar si nenek
Divi, Desi, Siti: terima kasih nek! Mereka menjawab secara serempak
Divi: wah maaf dah ngerepotin nih…nek!
Nenek: alaah biasa aja lagi..! anggap aja rumah sendiri, ya…sambil ngobrol cicipi donk hidangannya.
Desi: iya…nek!
Akhirnya mereka  bercerita tentang pengalaman masing2,  sambil mencicipi hidangan
Siti: wah.. kacangnya enak buanget nek!
Divi: iya nih…nek, bapakku seneng buanget tuh...!
Desi:   maaf lho nek toplesnya dah kosong..!
Nenek: he…he…..gapapa dek!, nenek seneng banget ko, kalian bisa habisi kacang itu, lagian pula gigi nenek kan dah ga ada, jadi dah ga kuat lagi makan kacang-kacangan.
Apalagi seperti kancang mente itu, wah dah ga kuat lagi deh..., ga seperti nenek muda dulu.
Dan juga  anak nenek kan sering kirim silverqueen untuk nenek dari luar negri, ya…karena nenek ga kuat makannya, akhirnya nenek jilatin aja coklatnya, kan lama-kelamaan habis juga tuh coklatnya, sedangkan kacang mentenya  karena keras, dan kalau dibuang juga mubadzir, akhirnya yaa…..nenek kumpulin aja dalam toples itu!.


Selengkapnya...